Prabowo Akan Sulit Capai Target Pertumbuhan Ekonomi 8%, Ini Alasannya
Presiden terpilih Prabowo Subianto optimistis Indonesia mampu mendongkrak pertumbuhan ekonomi secara signifikan dalam kurun waktu lima tahun ke depan. Hanya saja, upaya itu diperkirakan harus melewati banyak tantangan sehingga sulit untuk tercapai.
Menurut Prabowo, pembangunan Proyek Strategis Nasional (PSN) menjadi aspek vital untuk mencapai target tersebut. “Kita harus berani menaruh sasaran yang lebih tinggi. Kalau saya optimistis kita bisa mencapai 8%,” kata Prabowo seperti dikutip Jumat (19/7).
Dalam pidatonya di acara Geoportal Kebijakan One Satu Peta 2.0, Prabowo berkelakar telah menyampaikan optimisme kepada beberapa menteri negara tetangga. Ia bahkan menyebut ada menteri yang berani bertaruh untuk itu.
“Sekali saja dalam lima tahun yang akan datang, mereka akan beli makan malam untuk saya. Saya bilang, your own. Kalau kita capai 8%, you harus belikan saya makan malam,” ujar Prabowo.
Tantangan untuk Capai Target 8%
Namun untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi sebesar 8% dinilai sulit karena dalam beberapa tahun terakhir pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya mampu di kisaran 5%.
Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede menilai langkah Prabowo untuk mengejar pertumbuhan ekonomi 8% akan penuh dengan tantangan. Untuk itu, pemerintah harus menggelontorkan investasi dan percepatan transformasi struktural demi mencapai target tersebut.
“Proses itu akan memerlukan waktu yang tidak bisa cepat. Target 8% mungkin akan lebih tepat jika menjadi target jangka menengah panjang,” kata Josua kepada Katadata.co.id, Jumat (19/7).
Josua menyebut konsumsi dan investasi masuk dalam komponen produk domestik bruto (PDB) dengan share tertinggi sehingga kinerjanya sangat memengaruhi pertumbuhan ekonomi. Saat ini, share konsumsi adalah 55% dan investasi sekitar 30%.
Jika investasi digenjot, Josua memperkirakan kemungkinan kontrubusi investasi bisa mencapai 40% dari PDB. Sebab, rata-rata beberapa negara dengan pertumbuhan ekonomi tinggi yang dipicu investasi.
“Jadi untuk mencapai 8% maka konsumsi harus tumbuh di kisaran 7%-8% dan investasi harus mampu tumbuh double digit,” ujar Josua.
Josua melihat ada kemungkinan ekonomi akan mature sebelum mencapai full potential sehingga banyak masyarakat indonesia yang akan terjebak di dalam kelas middle income. Indonesia akan memerlukan waktu lebih lama lagi untuk menjadi negara maju.
Kinerja Ekspor RI Melambat
Senada dengan Josua, Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira juga melihat presiden ke depan akan hadapi situasi yang cukup menantang. “Susah untuk bisa capai 6%-7% apalagi 8% pertumbuhan ekonomi,” kata Bhima.
Menurut Bhima, saat ini kondisi geopolitik masih suram sehingga kinerja ekspor bisa melambat dan devisa terancam turun. Hal itu sudah terlihat dari surplus neraca perdagangan yang makin menyusut.
“Tiga tahun pertama kepemimpinan Prabowo diproyeksikan tidak akan menikmati windfall harga komoditas,” ujar Bhima.
Selain itu, menurut Bhima, harga batubara dan sawit juga masih rendah sehingga situasi saat ini makin kompleks. Ditambah lagi, belum ada kepastian penurunan suku bunga sehingga berimbas aliran investasi langsung dan pasar keuangan nasional.
Bahkan, inflasi pangan menjadi ancaman yang cukup serius karena langsung berdampak kepada daya beli kelompok menengah kebawah. Untuk itu, Bhima menyarankan pemerintah untuk fokus mengalokasikan anggaran untuk membantu petani dan daya beli masyarakat.