Bunga SRBI Menarik, Benarkah Bikin Bank Malas Menyalurkan Kredit?
Sekuritas Rupiah Bank Indonesia atau SRBI menawarkan imbal hasil menarik mencapai rata-rata di atas 7%. Meski demikian, Bank Indonesia memastikan kehadiran SRBI tak serta-merta membuat perbankan enggan menyalurkan kredit.
“Bank adalah satu entitas yang rasional. Tujuan bank sebagai entitas usaha adalah profit. Kita tahu profit terbesar penempatan bank adalah kredit,” ujar Kepala Grup Departemen Kebijakan Makroprudensial Nugroho Joko Prastowo dalam Editor's Briefing
BI mencatat, perbankan menguasai 64% dari total baki debet atau outstanding Sekuritas Rupiah Bank Indonesia atau SRBI yang mencapai Rp 721,06 triliun. Total kepemilikan SRBI oleh perbankan hingga Juni 2024 mencapai Rp 461,29 triliun. Jumlah tersebut setara 5,5% dari total dana pihak ketiga atau DPK perbankan sebesar Rp8.448,1 triliun pada periode yang sama.
Di sisi lain, Joko mencatat bank mulai ekspansif dalam menyalurkan kredit dengan pertumbuhan mencapai 11,5% secara tahunan pada Juni 2024. Pertumbuhan kredit pada periode yang sama tahun lalu hanya mencapai 7,76%. Rata-rata tertimbang bunga kredit berdasarkan data analisis uang beredar BI mencapai 9,25% per Juni, sedangkan rata-rata bunga deposito di sekitar 4% hingga 5%.
SRBI adalah instrumen pasar uang yang diterbitkan BI dengan underlying atau aset yang menjadi dasar penerbitan berupa SBN milik Bank Sentral. Surat berharga ini pertama kali diterbitkan Bank Indonesia sejak 15 September 2023 dengan tujuan memperdalam pasar keuangan dan mendukung stabilitas nilai tukar rupiah.
SRBI diterbitkan dengan tenor mulai 1 minggu hingga 12 bulan. BI mencatat, kepemilikan SRBI terbesar setelah perbankan adalah investor asing yang mencapai 27%, disusul kepemilikan nonbank sebanyak 6% dan lainnya sebanyak 3%.
SRBI saat ini diterbitkan dengan tenor 1 minggu hingga 12 bulan dan hanya dapat dibeli di pasar primer oleh 18 bank yang ditunjuk sebagai dealer utama di pasar uang dan pasar valas.
Kepala Grup Departemen Pengelolaan Moneter dan Aset Sekuritas BI Ramdan Denny Prakoso menjelaskan, suku bunga SRBI saat ini berada dikisaran 7%. Berdasarkan data lelang terakhir pada 19 Juli, bunga SRBI tenor 6 bulan tercatat 7,23%, sedangkan tenor 9 bulan 7,31% dan tenor 12 bulan 7,36%.
Suku bunga SRBI tersebut turun dibandingkan posisi lelang akhir Mei. Saat itu, SRBI tenor 6 bulan tercatat sebesar 7,32%, tenor 9 bulan 7,43%, dan tenor 12 bulan 7,53%.
"Artinya, sepanjang kondisi semakin kondusif dan sentimen global konsisten risk on, BI akan mengukur kembali harga SRBI. Jadi tetap di atas segalanya, kita bersama menciptakan kondisi makro, rupiah, dan moneter yang stabil," ujar Denny.
Pasar Sekunder Lebih Likuid
Denny membantah penerbitan SRBI membuat kondisi likuiditas perbankan lebih ketat. Sebaliknya, menurut dia, SRBI justru mempermudah bank dalam mengatur likuiditas karena pasar sekunder yang lebih likuid dibandingkan pasar reverse repo SBN.
Reverse repo adalah transaksi beli dengan janji untuk membeli kembali surat berharga negara pada waktu yang telah ditentukan. "Kalau dulu ada bank yang punya reverse repo SBN tenor 6 bulan, mau jual karena butuh dana untuk menyalurkan kredit di pasar, belum tentu ada counterparty. Kalau sekarang dia punya SRBI tenor 6 bulan, banyak yang antri di pasar," ujar dia.
Dengan demikian, menurut dia, SRBI sebenarnya memudahkan perbankan dalam mengatur likuiditas. Ini karena bank dapat menyimpan kelebihan DPK jika kredit sedang lesu, dan mencairkannya dengan mudah jika ada kebutuhan mendadak.