Kasus PHK 32.064 Pekerja Bisa Ancam Pertumbuhan Ekonomi RI
Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) mencatat pekerja yang terkena pemutusan hubungan kerja atau PHK pada periode Januari-Juni 2024 mencapai 32.064 orang. Berdasarkan data tersebut, pekerja yang terkena PHK paling banyak dari Jakarta.
Kasus PHK ribuan pekerja tersebut dikhawatirkan dapat mengancam pertumbuhan ekonomi nasional. Apalagi, kebijakan PHK tersebut membuat jumlah pengangguran naik dan tingkat konsumsi masyarakat turun.
Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menilai kondisi tersebut bisa mengancam pertumbuhan ekonomi Indonesia. “Bahkan pertumbuhan ekonomi bisa di bawah proyeksi 5% untuk 2025,” kata Bhima kepada Katadata.co.id, Jumat (2/8).
Bhima memproyeksikan gelombang PHK masih akan terjadi ke depan. Karena gelombang PHK tersebut tidak hanya terjadi di sektor industri saja namum juga digital.
Dia mengungkapkan, penyebab dibalik gelombang PHK yang terus terjadi karena permintaan kelas menengah khususnya di perkotaan melambat. “Ini karena berbagai tekanan naiknya harga kebutuhan pokok, biaya pendidikan dan perumahan serta tingginya suku bunga pinjaman,” ujar Bhima.
Akibatnya, permintaan industri menjadi tergerus. Terlebih momentum kenaikan musiman konsumsi rumah tangga harus menunggu libur panjang natal dan tahun baru. “Jadi pelaku usaha juga antisipasi dengan mengurangi pembelian bahan baku,” kata Bhima.
Alasan lain yang menyebabkan PHK terjadi secara massal yaitu pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Menurut Bhima, pelemahan rupiah bisa berisiko meningkatnya harga bahan baku industri.
Selain itu, inkonsistensi kebijakan impor barang jadi khususnya aturan relaksasi impor juga menyebabkan gelombang PHK terus terjadi. Kebijakan tersebut menyebabkan persaingan industri dalam negeri makin ketat dengan barang impor.
“Jadi kondisinya permintaan sedang lambat, ditambah banjir barang impor. Ya itu sebabkan industri tertekan sekali,” ujar Bhima.
Sektor Manufaktur dan Tantangan Ekonomi
kepala ekonom Bank Permata Josua Pardede mengungkapkan saat ini tren jangka panjang Indeks Manajer Pembelian (PMI) Indonesia masih berada di level ekspansi. Namun masih terlalu dini untuk mengatakan jika kontraksi manufaktur Indonesia akan terjadi secara berkepanjangan.
Selain itu, data Indeks Keyakinan Industri (IKI) dari Kementerian Perindustrian Juli 2024 juga masih dalam level ekspansi meskipun mengalami perlambatan sebesar 52,4% dari bulan sebelumnya sebesar 52,5%.
“Oleh karena itu, kami menilai masih terlalu dini untuk menyimpulkan kontraksi berkelanjutan akan terjadi, bahkan akan menyebabkan PHK yang lebih besar,” kata Josua.
Meskipun begitu, Josua mengakui terdapat beberapa tantangan bagi pertumbuhan sektor industri. Seperti perlambatan ekonomi Cina yang dapat memengaruhi industri berbasis ekspor Indonesia.