Sri Mulyani Akui Industri Tekstil RI Tertekan Akibat Gempuran Barang Impor

Rahayu Subekti
13 Agustus 2024, 15:55
Sri Mulyani
ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto/tom.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan pemaparan saat konferensi pers APBN KiTa Edisi Agustus 2024 di Jakarta, Selasa (13/8/2024). Menteri Keuangan mengatakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) mengalami defisit Rp93,4 triliun atau 0,41 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) per Juli 2024.
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengakui, industri tekstil dan produk tekstil atau TPT, alas kaki, mesin, dan karet tengah tertekan. Salah satu alasannya karena kalah saing dengan produk-produk impor.

"Kita lihat ini tertekan oleh banyak hal. Mungkin demandnya memadai tapi ada kompetisi dari impor," kata Sri mulyani dalam konferensi pers APBN KiTA Edisi Agustus 2024, Selasa (13/8).

Dalam paparannya, Sri Mulyani menyebut industri tektil tumbuh stagnan atau 0,0%, dan industri alas kaki hanya tumbuh 1,9%. Sementara industri mesin minus 1,8% dan industri karet hanya tumbuh 2,1%.

"Semuanya ini tumbuhnya nyaris di level rendah, bahkan tekstil tumbuh tipis 0% atau tidak tumbuh. Memang area manufaktur sedang mengalami tekanan, entah itu karena persaingan barang impor," kata Sri Mulyani.

Untuk itu, pemerintah akan mempersiapkan bauran kebijakan untuk mendorong pemulihan industri manufaktur dengan berfokus pada penciptaan persaingan yang sehat seperti Bea Masuk Tindakan Pengamanan, tax allowance, hingga tax holiday.

Pihaknya akan menerbitkan peraturan menteri keuangan dengan mengatur bea masuk atau menggunakan tarif atau cara lain. Kementerian Perindustrian dan Kementerian Perdagangan juga sudah meminta dukungan dalam memproteksi industri dalam negeri.

"Sekarang sedang dalam proses dalam bentuk apakah itu anti dumping, apakah bea masuk, intinya untuk menjaga memproteksi industri dalam negeri," ujar Sri Mulyani.

Kinerja Manufaktur RI Anjlok

Berdasarkan data S&P Global, tercatat purchasing managers' index atau PMI Manufaktur Indonesia anjlok di level 50,7 pada Juni 2024 yang berarti turun dari Mei 2024 sebesar 52,1.

Sri Mulyani menjelaskan pelemahan kinerja manufaktur sebenarnya telah dialami terlebih dahulu oleh banyak negara dunia. Hingga pada akhirnya merembet ke Indonesia pada Juli 2024.

"Aktivitas manufaktur global sudah menjadi korban pertama perekonomian global yang mengalami kontraksi di Juli sebesar 49,7. Indonesia juga mengikuti di 49,3," ujar Sri Mulyani.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) juga menyoroti penurunan kinerja industri manufaktur nasional yang terjadi setelah mengalami ekspansi selama 34 bulan berturut-turut. Hal itu disampaikan dalam sidang Kabinet paripurna perdana yang digelar di Ibu Kota Nusantara (IKN), Kalimantan Timur, Senin (12/8/2024).

"PMI Purchasing Manager's Index yang kita tahu setelah ekspansif selama 34 bulan berturut-turut pada Juli kita masuk ke level kontraksi. Ini agar dilihat betul diwaspadai betul secara hati-hati," kata Jokowi.

Reporter: Rahayu Subekti

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...