Jelang Pemerintahan Prabowo, Berikut Daftar Pajak dan Cukai yang Naik pada 2025

Rahayu Subekti
20 Agustus 2024, 16:15
Prabowo
ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/YU
Menteri Pertahanan yang juga presiden terpilih masa bakti 2024-2029 Prabowo Subianto (kiri) menyapa sejumlah anggota DPR sebelum Sidang Tahunan MPR dan Sidang Bersama DPR - DPD Tahun 2024 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (16/8/2024).
Button AI Summarize

Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah menggulirkan sederet kebijakan fiskal baru pada penyampaian Nota Keuangan dan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2025 pada 16 Agustus 2024.

Jokowi mengungkapkan bahwa pendapatan negara pada era Prabowo diproyeksikan mencapai Rp 2.996,9 triliun yang terdiri atas penerimaan perpajakan sebesar Rp 2.490,9 triliun dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) sebesar Rp 505,4 triliun.

“Pendapatan ini tetap menjaga iklim investasi, kelestarian lingkungan, dan keterjangkauan layanan publik,” kata Jokowi dalam pidato pengantar RAPBN 2025 di Gedung DPR, Jakarta, pada Jumat (16/8).

Dalam upaya mencapai target penerimaan negara, pemerintah akan melanjutkan reformasi perpajakan. Reformasi itu mencakup perluasan basis pajak, peningkatan kepatuhan wajib pajak, perbaikan tata kelola dan administrasi perpajakan, serta pemberian insentif perpajakan yang terarah dan terukur.

Dalam kebijakan fiskal yang ditetapkan, pemerintah akan menaikkan pajak dan cukai jenis baru pada 2025. Berikut sederet kebijakan pajak dan cukai yang ditetapkan menjelang pemerintahan Prabowo:

PPN Naik Jadi 12%

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sudah memberikan sinyal adanya kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12% pada 2025 dari saat ini sebesar 11%. Kenaikan PPN bertahap dari 10% hingga menjadi 12% sudah diatur dalam Undang-undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

“Untuk PPN saya sampaikan, UU HPP sudah disampaikan, Bapak Presiden terpilih dan saat ini sudah fully aware dengan UU HPP,” kata Sri Mulyani dalam konferensi pers di Kantor Pusat Ditjen Pajak, Jakarta, Jumat (16/8).

Meskipun begitu, Sri Mulyani menegaskan sejumlah barang dan jasa tidak akan terkena PPN meski pada tahun depan akan naik 12%. Dia menilai masih banyak masyarakat yang menganggap semua barang dan jasa akan terkena PPN.

Padahal, ada sejumlah barang dan jasa yang tidak kena PPN di sektor barang kebutuhan pokok. Begitu juga di sektor pendidikan, Kesehatan, hingga transportasi.

“Jadi kalau membayangkan, PPN  kemarin 10% ke 11%, dan di UU HPP akan menjadi 12%, barang-barang itu tidak terkena PPN, jadi itu memproteksi,” ujar Sri Mulyani.

Perempuan yang kerap disapa Ani itu menegaskan bahwa penikmat pembebasan PPN adalah kelompok kelas menengah. Pembebasan PPN ini bertujuan untuk menjaga daya beli masyarakat.

"Ini dinikmati oleh banyak kelompok kelas menengah. Jadi saya ingin menyampaikan bahwa APBN menjaga daya beli masyarakat, agar konsumsi itu tetap terjaga stabil melalui daya beli," kata Sri Mulyani.

Minuman Manis Kemasan akan Kena Cukai

Dalam dokumen Buku II Nota Keuangan Rancangan Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2025, pemerintah membidik penerimaan cukai sebesar Rp 244,19 triliun atau tumbuh 5,9% dari outlook 2024 sebesar Rp 230,5 triliun.

Untuk mencapai target tersebut, pemerintah akan mengoptimalkan penerimaan melalui ekstensifikasi cukai dalam rangka mendukung implementasi Undang-undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan atau UU HPP.

Pada dasarnya, pemerintah sudah menetapkan kebijakan untuk mendukung penerimaan negara melalui sejumlah hal. Salah satunya berupa kebijakan ekstensifikasi cukai secara terbatas pada MBDK untuk menjaga kesehatan masyarakat.

“Pengenaan cukai terhadap MBDK tersebut dimaksudkan untuk mengendalikan konsumsi gula dan atau pemanis yang berlebihan,” tulis Buku II Nota Keuangan RAPBN 2025 dikutip Senin (19/8).

Pengenaan cukai tersebut juga dimaksudkan untuk mendorong industri reformulasi produk MBDK yang rendah gula. Dengan begitu, diharapkan dapat mengurangi eksternalitas negatif bagi kesehatan masyarakat yaitu dengan menurunnya prevalensi penyakit tidak menular atau PTM.

Selain itu, pemerintah juga mengakui implementasi atas pengenaan cukai MBDK tersebut juga memiliki risiko. Namun risiko itu dinilai sangat minim terhadap inflasi dan daya beli masyarakat.

Pajak UMKM 0,5% Berakhir

Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan mengatakan tarif pajak penghasilan final bagi wajib pajak orang pribadi (WPOP) usaha menengah, kecil, dan mikro (UMKM) sebesar 0,5% akan berakhir pada tahun ini.

Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Suryo Utomo mengatakan sosialisasi skema normal akan dilakukan.“Wajib pajak UMKM di tahun ketujuh, harus naik kelas menjadi wajib pajak yang tidak lagi menggunakan PPh final,” kata Suryo dalam konferensi pers APBN KiTA Edisi Agustus 2024, Selasa (13/8).

Dia menjelaskan, hal tersebut mengacu pada Peraturan Pemerintah 55 Nomor 2022 yang mengatur pelaksanaan UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan. Namun pengenaan tarif 0,5% terdapat pada Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018.

Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2018 merupakan aturan tentang PPh atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu.

Untuk itu, Suryo memastikan akan mengantisipasi penerapan skema normal bagi wajib pajak yang selama tujuh tahun telah menggunakan PPh final. “Kami akan tetap menjalankan sosialisasi dan edukasi sampai ke kantor kami terbawah dan juga kami lacak dari pusat,” ujar Suryo.

Wacana Kenaikan Cukai Rokok pada 2025

Pemerintah berencana menaikan tarif cukai hasil tembakau atau CHT pada 2025. DPR dikabarkan sudah memberikan lampu hijau terkait kenaikan tarif cukai tersebut.

Pada Juni 2024, Askolani mengungkapkan persetujuan dari DPR tersebut. "Kami sudah dapat persetujuan untuk menyesuaikan tarif cukainya pada 2025, intensifikasi," kata Askolani, Senin (10/6).

Meskipun begitu, Askolani belum bisa merenci terkait kepastian rencana tersebut. "Belum tahu, yang belum ditetapkan nggak usah diulas. Sabar nggak usah berandai-andai," kata Askolani saat ditemui di Gedung Bea dan Cukai, Jakarta Timur, Rabu (31/7).

Sebelumnya, tarif CHT sudah naik pada 2024. Kenaikan tersebut merupakan implikasi dari kebijakan kenaikan tarif CHT selama dua tahun berturut-turut yang ditetapkan pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada akhir 2022.

Tarif CHT seperti untuk rokok ditetapkan naik rata-rata sebesar 10% pada 2023 dan 2024. Sementara untuk CHT rokok elektronik rata-rata sebesar 15% dan hasil pengolahan tembakau lainnya rata-rata sebesar 6%.

Adapun Ketentuan tersebut telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 191 Tahun 2022, dan PMK Nomor 192 Tahun 2022.

Reporter: Rahayu Subekti

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...