Suku Bunga The Fed Diprediksi Turun, Ini Keuntungan yang akan Diperoleh RI

Rahayu Subekti
26 Agustus 2024, 16:12
The Fed
The Fed
Button AI Summarize

Sinyal pemangkas suku Bank Sentral Amerika Serikat (AS) pada September 2024 makin kencang. Hal ini terlihat jelas pernyataan Federal Reserve (The Fed) setelah pertemuan tahunan di Jackson Hole pada akhir pekan kemarin.

“Waktunya telah tiba untuk sesuaikan kebijakan (suku bunga)," kata Kepala The Fed Jerome Powell dalam pidatonya pada pertemuan tersebut dikutip dari Reuters, Jumat (23/8).

Powell mengungkapkan, bahwa saat ini arah penurunan suku bunga The Fed makin jelas. Namun waktu pemangkasan suku bunga akan bergantung pada data ekonomi AS ke depan, prospek yang berkembang, dan keseimbangan risiko.

“Keyakinan telah tumbuh bahwa inflasi berada pada jalur yang berkelanjutan untuk kembali ke level 2% setelah naik menjadi sekitar 7% selama pandemi Covid-19, dan risiko kenaikannya telah berkurang,” ujar Powell.

Pemangkasan suku bunga The Fed dipastikan akan memberikan keuntungan bagi Indonesia, mulai dari potensi penurunan suku bunga Bank Indonesia (BI), penguatan nilai tukar rupiah, masuknya aliran modal asing, hingga menggeliatkan sektor ekonomi. 

Masuknya Arus Modal Asing dan Penguatan Rupiah

Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal mengungkapkan efek pertama dari penurunan suku bunga The Fed adalah aliran modal keluar dari AS menuju emerging market yang semakin besar termasuk ke Indonesia.

“Oleh karena itu dampaknya kepada nilai tukar negara-negara emerging market termasuk relatif menguat terhadap dolar AS,” kata Faisal kepada Katadata.co.id, Senin (26/8).

Bahkan, sinyal pemangkasan suku bunga The Fed sudah membawa angin segar terhadap penguatan rupiah pada level sekitar Rp 15.000-an per dolar AS. Untuk itu, Faisal yakin rupiah bisa semakin menguat setelah The Fed memangkas suku bunga pada September 2024.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Center of Economics ad Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menilai pemangkasan suku bunga The Fed juga akan memengaruhi masuknya modal asing ke pasar saham dan surat utang. Khususnya dari negara maju.

Bhima menyebut nett buy atau investasi investor asing di saham dan surat utang akan mendorong penguatan kurs rupiah. “Ini karena investor negara maju akan mencari imbal hasil yang lebih tinggi di negara berkembang khususnya Indonesia,” ujar Bhima.

BI Segera Pangkas Suku Bunga

Tak hanya penguatan rupiah, pemangkasan suku bunga The Fed diperkirakan bakal disusul dengan penurunan suku bunga acuan BI atau BI Rate. Bhima memperkirakan BI akan memangkas suku bunga 25 basis poin mengekor keputusan The Fed.

“Ini menjadi kabar baik bagi sektor perbankan dan dunia usaha karena beban pembayaran bunga pinjaman berkurang,” kata Bhima.

Senada dengan Bhima, Faisal juga yakin BI akan memotong suku bunga lebih besar. Hanya saja, dia belum bisa memproyeksikan berapa kali BI akan memangkas BI Rate pada sisa tahun ini karena pergerakan ekonomi global dan dalam negeri yang masih dinamis.

“Jadi banyak hal yang dilihat selain kebijakan The Fed adalah juga bagaimana tingkat inflasi di dalam negeri, seberapa jauh penguatan rupiah, dan bagaimana kondisi makro ekonomi secara keseluruhan,” ujar Faisal.

Hanya saja, Faisal mengatakan kondisi penguatan rupiah dan inflasi yang relatif rendah saat ini bersamaan dengan sektor riil yang mengalami perlambatan. Namun, kondisi itu diyakini akan semakin mendorong BI memotong tingkat suku bunganya.

Sektor Properti, Kendaraan, dan Perdagangan Menggeliat

Bhima juga melihat penurunan suku bunga The Fed akan memberikan dampak tersendiri bagi beberapa sektor. Dia mengatakan penurunan suku bunga akan memicu geliat di sektor properti dan kendaraan bermotor.

“Ability to pay atau kemampuan bayar cicilan masyarakat terutama kelas menengah bisa semakin membaik. Ini menjaga daya beli juga,” kata Bhima.

Faisal juga mengatakan dampak ke sejumlah sektor juga akan terasa setelah penguatan rupiah. Dengan penguatan rupiah, maka akan membuat biaya impor lebih murah.

“Itu akan berdampak ke sektor perdagangan. Tapi ekspor juga mestinya secara teori tidak menjadi kompetitif karena harganya menjadi harga barang-barang ekspor menjadi mahal dibandingkan ketika rupiah terdepresiasi,” ujar Faisal. 

Reporter: Rahayu Subekti

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...