Komite Khusus Pengganti Satgas BLBI Segera Dibentuk di Era Prabowo
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) akan terus melanjutkan program penanganan hak tagih negara yang dilakukan oleh Satuan Tugas Bantuan Likuiditas Bank Indonesia atau Satgas BLBI pada 2025.
Untuk itu, Kemenkeu sudah menyiapkan anggaran sebesar Rp 10,25 miliar untuk pembentukan komite khusus pengganti Satgas BLBI pada masa pemerintahan Prabowo Subianto.
“Kami rencanakan dan alokasikan Rp 10,25 miliar untuk pembentukan Komite Hak Tagih Dana BLBI pengganti Satgas BLBI,” kata Wakil Menteri Keuangan I Suahasil Nazara dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR, Senin (9/9).
Selain itu, anggaran tersebut juga disiapkan untuk melanjutkan upaya pembatasan keperdataan atau layanan publik. Kemudian dialokasikan untuk anggaran pencegahan obligor BLBI bepergian ke luar negeri.
Dana tersebut juga akan digunakan untuk meningkatkan penelusuran informasi terkait debitur dan obligor dengan nilai yang kewajibannya besar. Kemudian untuk pelatihan peningkatan kemampuan pelacakan aset yang juga akan bekerja sama dengan pemerintah Amerika Serikat (AS).
Adapun target untuk penanganan hak tagih pada era Prabowo juga sudah ditetapkan, termasuk dalam Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) ke kas negara.
“Hak tagih BLBI ini pada 2025 senilai Rp 2 triliun terdiri dari PNBP ke kas negara Rp 500 miliar, penguasaan fisik Rp 500 miliar dan penyitaan Rp 1 triliun,” ujar Suahasil.
Satgas BLBI Baru Kumpulkan Rp 38,88 Triliun
Hingga 5 September 2024, Satgas BLBI baru mengumpulkan Rp 38,88 triliun. Dana ini terdiri dari PNBP ke kas negara Rp 1,84 triliun, sita atau penyerahan barang jaminan Rp 18,13 triliun, penguasaan aset properti Rp 9,21 triliun, penetapan status penggunaan (PSP) dan hibah Rp 5,93 triliun, dan penyertaan modal negara atau PMN non tunai senilai Rp 3,77 triliun.
Capaian tersebut masih jauh dari target hak tagih negara yang ditargetkan sebesar Rp 110,45 triliun. Dengan angka tersebut, hak tagih negara yang masih tersisa dan hasus dikumpulkan Satgas BLBI ke depan mencapai Rp 71,65 triliun.
Selama ini, Suahasil menyebut perolehan dana tersebut dilakukan dengan berbagai kegiatan seperti inventarisasi dokumen aset kredit dan aset properti. Begitu juga dengan pemanggilan debitur dan obligor secara bertahap, pengelolaan barang jaminan dioptimalkan dengan pemblokiran, dan penyitaan dan lelang.
Selain itu, pemerintah juga sudah menetapkan Peraturan Pemerintah (PP) terkait dengan perolehan dana tersebut. Hal itu diatur melalui PP Nomor 28 Tahun 2022 sebagai payung hukum pembatasan keperdataan.