Perjalanan Satgas BLBI, Dibentuk Jokowi pada 2021 dan Kini Ingin Diubah Prabowo

Ferrika Lukmana Sari
11 September 2024, 05:50
BLBI
Dokumentasi Satgas BLBI
Button AI SummarizeBuat ringkasan dengan AI

Satuan Tugas (Satgas) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dibentuk pada tahun 2021 berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres) No. 6 Tahun 2021 oleh pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Keputusan ini resmi keluar pada 6 April 2021.

Melalui keputusan itu, Satgas BLBI berada langsung di bawah dan bertanggung jawab kepada presiden. Karena kehadiran satuan tugas ini bertujuan untuk menuntaskan skandal dan utang BLBI.

Kasus ini bermula dari pemberian dana talangan oleh pemerintah melalui Bank Indonesia (BI) kepada puluhan bank nasional pada masa krisis moneter 1997-1998.

Namun banyak dari dana talangan tersebut tidak dikembalikan, menimbulkan kerugian negara yang sangat besar. Skandal ini menjadi salah satu masalah keuangan terbesar dalam sejarah Indonesia.

Untuk itu, Satgas BLBI memiliki tugas untuk mengejar aset-aset dari para obligor atau penerima dana BLBI yang belum memenuhi kewajibannya untuk mengembalikan dana ke negara.

Latar Belakang Kasus BLBI

Kasus BLBI terjadi ketika Indonesia menghadapi krisis keuangan pada 1997-1998, di mana pemerintah melalui Bank Indonesia mengucurkan dana talangan kepada bank-bank yang mengalami kesulitan likuiditas.

Total dana yang dikucurkan mencapai lebih dari Rp 144,5 triliun kepada 48 bank. Dana ini digunakan untuk menjaga stabilitas ekonomi dan menghindari penutupan perbankan nasional secara massal.

Namun sebagian besar dana tidak dikembalikan oleh para obligor dan debitur. Banyak dari dana tersebut malah disalahgunakan oleh bank-bank penerima untuk kepentingan pribadi, spekulasi valas atau dialihkan ke luar negeri.

Hal ini menimbulkan kerugian besar bagi negara, dan banyak dari bank yang menerima BLBI tidak bisa atau tidak mau mengembalikan dana tersebut. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan bahwa sebagian besar dana tersebut tidak dikelola dengan benar.

Ada indikasi korupsi, penyelewenangan, dan penyalahgunaan dana yang melibatkan banyak pihak, termasuk para pemilik bank dan pejabat pemerintahan. Menurut laporan BPK, dari total Rp 144,5 triliun dana BLBI yang disalurkan, sekitar 108 triliun berpotensi tidak dapat dikembalikan.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD bahkan menyebut total hak tagih kasus BLBI mencapai 110,45 triliun. Jumlah itu melebihi estimasi awal sebesar Rp 108 triliun.

Total hak tagih itu diketahui setelah ia melakukan penghitungan dengan Direktur Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan dan Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun) Kejaksaan Agung.

"Tadi menghitung Rp 109 triliun lebih, hampir Rp 110 triliun. Jadi bukan hanya Rp 108 triliun," kata Mahfud di kantornya, Jakarta, Senin (12/4/2021).

Namun, jumlah tersebut belum menjadi angka yang pasti dan masih terus dihitung ulang. Karena tak seluruh aset dalam bentuk uang lantaran ada yang berupa sertifikat bangunan.

Belum Mencapai Hasil yang Memuaskan

Tugas utama Satgas BLBI adalah menelusuri, mengejar, dan memulihkan aset negara yang terkait dengan dana BLBI dari para obligor dan debitur yang belum melunasi kewajibannya.

Tim ini terdiri dari berbagai elemen lembaga pemerintah, mulai dari Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Kementerian Keuangan, Kejaksaan Agung, Kepolisian dan lainnya.

Sejak 2021, Satgas BLBI telah melakukan berbagai tindakan, seperti pemanggilan para obligor, penyitaan aset yang terlibat dalam kasus BLBI, serta proses lelang aset-aset tersebut.

Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebut piutang atau hak tagih negara dari kasus BLBI mencapai Rp 110,4 triliun. Hal ini dia sampaikan usai pelantikan Kelompok Kerja dan Sekretariat Satgas BLBI pada Jumat (4/6/2021).

“Ini adalah hak tagih negara yang berasal dari krisis perbankan tahun 1997/1998. Pada saat itu negara melakukan bail out melalui Bank Indonesia yang sampai hari ini pemerintah masih harus membayar biaya tersebut,” ujarnya.

Satgas BLBI terus bekerja untuk mengejar piutang negara, namun hasil yang diperoleh belum sepenuhnya memuaskan, mengingat kompleksitas kasus dan banyaknya aset yang tersebar di berbagai tempat.

Hingga 5 September 2024, Satgas BLBI baru mengumpulkan Rp 38,88 triliun. Dana ini terdiri dari penerimana negara bukan pajak (PNBP) ke kas negara Rp 1,84 triliun, sita atau penyerahan barang jaminan Rp 18,13 triliun.

Kemudian penguasaan aset properti Rp 9,21 triliun, penetapan status penggunaan (PSP) dan hibah Rp 5,93 triliun, dan penyertaan modal negara atau PMN nontunai senilai Rp 3,77 triliun.

Capaian tersebut masih jauh dari target hak tagih negara sebesar Rp 110,45 triliun. Dengan angka tersebut, hak tagih negara yang masih tersisa dan harus dikumpulkan Satgas BLBI adalah sebesar Rp 71,65 triliun.

Bakal Diganti Pada Masa Pemerintahan Prabowo

Dalam perkembangannya, pemerintahan Prabowo Subianto ingin membentuk Komite Penanganan Hak Tagih Dana BLBI sebagai pengganti Satgas BLBI. Hal ini sejalan dengan masa tugas Satgas BLBI yang akan berakhir pada 31 Desember 2024.

Direktur Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan Rionald Silaban menyempaikan rencana pembentukan komite khusus itu dalam dalam Rapat Kerja bersama Komisi XI DPR di Jakarta, Senin (9/9).

Untuk selanjutnya, pemerintahan baru bakal mengusulkan pembentukan komite tetap untuk menagih hak negara dari kasus BLBI. Rencana pembentukan komite ini masih dalam tahap pembicaraan.

“Ini lebih kepada bentuknya. Karena tagihan negara tetap ada. Makanya kami usulkan dibentuk suatu komite tetap,” kata Rionald.

Pemerintah kemudian mengalokasikan anggaran Rp 10,25 miliar pada 2025 untuk pembentukan Komite Penanganan Hak Tagih Dana BLBI. Kemudian untuk upaya pembatasan keperdataan dan/atau layanan publik serta pencegahan bepergian ke luar negeri.

Anggaran juga dialokasikan untuk meningkatkan penelusuran informasi terkait debitur dan obligor dengan nilai kewajiban besar dan terafiliasi, seperti bantuan audit investigasi Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

Selain itu, Kemenkeu juga berencana akan menggelar pelatihan peningkatan kemampuan pelacakan aset para obligor dengan menggandeng pemerintah Amerika Serikat (AS).

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...