Ekonom Sebut Polemik Dua Kubu Kadin Merugikan, Hambat Gerak Ekonomi Nasional
Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia memutuskan Anindya Bakrie sebagai Ketua Umum Kadin pada Sabtu (14/9). Keputusan itu ditentang oleh kepengurusan Kadin di bawah pimpinan Arsjad Rasjid.
Arsjad yang sebelumnya terpilih melalui Munas untuk menjadi Ketua Umum Kadin periode 2021-2026 melawan pendongkelan yang dilakukan kubu Anindya Bakrie. Ia menilai Munaslub tidak dijalankan sesuai regulasi yang diatur dalam Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2022.
Penolakan kubu Arsjad membuat kepengurusan Kadin terbelah jadi dua kubu. Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menilai pecahnya kadin menjadi dua kubu ini patut disesalkan
“Selama ini banyak pengurus kadin yang juga duduk di pemerintahan. Jadi untuk apa kemudian ya, atas dasar dukungan kepada Prabowo misalnya itu isu politik memecah kadin jadi dua kubu,” kata Bhima kepada Katadata.co.id, Senin (16/9).
Bhima menjelaskan apa yang terjadi di dalam organisasi Kadin saat ini sangat menghambat banyak hal. Padahal menurut Bhima Kadin memiliki peran penting sebagai mitra pemerintah dalam pembangunan, memberikan nasihat, dan aspirasi dari pelaku usaha.
Bhima menambahkan, polemik itu juga bisa menimbulkan banyak tugas kadin ataupun aspirasi dari pelaku usaha yang terdistraksi. Bahkan juga bisa tidak disampaikan dengan lancar kepada pemerintah. Dari sisi pemerintah, Bhima menyebut dualisme kepengurusan Kadin juga berpotensi menimbulkan kebingungan.
“Ini Kadin versi mana yang akan diundang dalam rapat yang menyerap aspirasi pengusaha karena kalau ada dua juga membuat kebingungan dari sisi pelaku investor dan pelaku usaha asing yang ingin melakukan kerja sama mencari partner pengusaha lokal biasanya sebagian melalui Kadin,” ujar Bhima.
Reputasi Kadin Dipertaruhkan
Di sisi lain, Bhima mengatakan reputasi Kadin juga berpotensi turun dengan adanya konflik tersebut. Hal itu bisa berujung pada penurunan kepercayaan pelaku usaha, dan publik kepada Kadin karena ada dua kepemimpinan.
Ia menilai dualisme kepengurusan adalah konflik yang seharusnya tak terjadi di Kadin. Konflik menurut dia justri menjadi distorsi untuk tugas dari sisi pelaku usaha mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih berkualitas dan mendorong serapan tenaga kerja.
“Kadian seharusnya bahu membahu bersama pemerintah untuk bisa menurunkan ketimpangan, mendorong proyek transisi energi berkeadilan, dan mendukung program pemerintah ke depannya,” kata Bhima.
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal mengatakan seharusnya Kadin bisa menjadi representasi murni dari pelaku usaha. Faisal menilai perpecahan di dalam Kadin, sedikit banyak karena kedekatan kedekatan dan pengaruh politik.
“Kadi seharusnya murni mewakili pengusaha karena bisa memberikan penyeimbang memberikan suara kepada pemerintah dalam mengambil kebijakan,” kata Faisal.
Faisal menegaskan, jika ada kepentingan politik di tubuh Kadin maka akan memicu conflict of interest. Sebab, Faisal mentebut banyak juga pelaku usahayang juga pengambil kebijakan sehingga menyebabkan conflict of interest dan menggerogoti daya dukung ke pertumbuhan ekonomi.
Faisal menekankan, satu-satunya cara agar Kadin dipercaya sebagai representasi pelaku usaha atau industry harus melepas pengaruh politik dan pemerintah. Untuk itu, Faisal mengharapkan dengan adanya Anindya sebagai Ketua Umum Kadin maka harus belajar dari kesalahan masa lalu.
“Ketua umum yang baru semestinya harus belajar dari kesalahan masa lalu dan kuat memperjuangkan dari pelaku usaha untuk memberikan koreksi terhadap arah pembangunan ekonomi ke depan,” ujar Faisal.