Rupiah Berpotensi Menguat Ditopang Penurunan Suku Bunga The Fed dan BI
Sejumlah analis memproyeksikan penguatan rupiah bakal berlanjut terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Penguatan rupiah pada hari ini akan ditopang oleh faktor eksternal maupun internal.
Analis Komoditas dan Mata Uang Lukman Leong melihat peluang penguatan rupiah karena investor menyikapi pemangkasan suku bunga Bank Sentral AS atau The Fed.
Sebab, The Fed baru saja menurunkan suku bunga acuan atau Fed Funds Rate sebesar 50 basis points (bps) dari 5,25%-5,5% menjadi 4,75%-5,0%. Ini merupakan penurunan suku bunga untuk pertama kalinya sejak Maret 2020.
"Dolar AS akan melanjutkan pelemahan di tengah eufori investor menyikapi pemangkasan jumbo sebesar 50 bps oleh the Fed," kata Lukmana kepada Katadata.co.id, Jumat (20/9).
Berdasarkan data Bloomberg Jumat pagi pukul 09.11 WIB, rupiah berada pada level Rp 15.103 per dolar AS. Meskipun diramal menguat, posisi rupiah pagi ini melemah 136.00 poin atau minus 0,89% dibandingkan penutupan sebelumnya.
Dipengaruhi Surat Utang RI dan AS
Tak berbeda, Senior Economist KB Valbury Sekuritas Fikri C Permana juga melihat peluang penguatan rupiah di kisaran Rp 15.110 - Rp 15.290 per dolar AS.
Penguatan rupiah akan didorong oleh perbedaan penurunan suku bunga Bank Indonesia (BI) dan The Fed. Selain itu, didorong oleh adanya perbedaan imbal hasil surat utang pemerintah Indonesia dan AS.
"Kemudian dipengaruhi oleh keinginan investor terhadap berbagai kelas aset di Indonesia," ujar Fikri.
Tak hanya itu, penguatan rupiah juga akan didorong oleh lelang Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) yang diharapkan menunjukkan perbaikan nilai. Lelang ini akan digelar pada Jumat siang.
Namun investor masih mewaspadai rilis klaim pengangguran AS yang menunjukkan perbaikan. Mereka juga mewaspadai quantitative tightening yang merupakan kebijakan moneter bank sentral untuk menjaga kondisi ekonomi.
"Hal ini seiring dengan berlanjutnya quantitative tightening The Fed sebesar US$ 25 miliar per bulan," ujarnya.