Antisipasi Kabinet Gemuk Prabowo, Kemenkeu Pertahankan Defisit APBN 2,53%
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memastikan rencana penambahan kementerian/lembaga (K/L) pada masa pemerintahan Prabowo Subianto tidak akan membebani anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) pada 2025. Pemerintah tetap menjaga defisit APBN 2,53% dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Kemenkeu akan berupaya menjaga dan mengelola APBN secara hati-hati. “Kami mendukung transisi yang efektif namun tetap menjaga APBN itu sehat dan kredibel,” kata Kepala Pusat Kebijakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu Wahyu Utomo dalam acara Media Gathering Kemenkeu di Anyer, Banten, Kamis (26/9).
Selain itu, Kemenkeu juga akan terus mencermati dinamika reorganisasi di kelembagaan. Termasuk juga dengan adanya kemungkinan penambahan beberap K/L pada pemerintahan Prabowo.
Wahyu kembali memastikan kebijakan pemerintah ke depan tidak akan memperlebar defisit APBN pada 2025. “ Sudah kita hitung bahwa ini memungkinkan untuk ditampung dari belanja non K/L lagi. Jadi sekarang overall defisit tetap 2,53%,” ujar Wahyu.
Saat ini, APBN 2025 telah mengakomodasi penambahan jumlah K/L lewat belanja non K/L. Tercatat alokasi belanja non K/L pada tahun depan ditetapkan Rp 1.541,3 triliun, atau meningkat signifikan dibandingkan 2024 senilai Rp 1.376,7 triliun.
Dengan alokasi anggaran itu, defisit APBN tetap dijaga 2,53% dari PDB atau sebesar Rp 616,19 triliun pada 2024. “Nanti dinamikanya akan diakomodasi di belanja non K/L,” kata Wahyu.
Anggaran Berubah Usai Sri Mulyani Bertemu Prabowo
Kemenkeu menaikkan anggaran belanja untuk kementerian atau lembaga menjadi Rp 1.160,08 triliun pada 2025. Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Isa Rachmatarwata mengatakan, keputusan tersebut berdasarkan hasil pertemuan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati bersama Prabowo pada Senin (9/9).
“Untuk belanja K/L yang tadinya di rapat kerja dengan Banggar DPR terakhir Rp 1.094,66 triliun, hasilnya menjadi Rp 1.160,08 triliun. Jadi ada peningkatan yang sangat signifikan,” kata Isa dalam rapat dengan Badan Anggaran DPR di Jakarta, Selasa (10/9).
Dengan kenaikan anggaran tersebut, maka belanja non-K/L berubah menjadi Rp 1.541,4 triliun. Meskipun begitu, Isa memastikan rincian untuk program belanja non-K/L tidak ada perubahan.
Isa mengatakan kenaikan anggaran belanja K/L terjadi karena adanya pergeseran saja. “Karena sebagian kita geser ke belanja K/L dari Rp 556,7 triliun menjadi Rp 491,2 triliun. Ini perubahan yang penting di belanja non-K/L, terutama karena kita geser menjadi belanja K/L,” ujar Isa.
Dia memastikan perubahan anggaran tersebut tidak akan memperlebar defisit APBN 2025. Dalam postur sementara APBN 2025, defisit anggaran disepakati Rp 616,19 triliun atau 2,53% dari PDB untuk menjaga keberlanjutan fiskal.
Rencana Penambahan K/L Kabinet Prabowo
Sebelumnya, Sekretaris Jenderal Partai Gerindra Ahmad Muzani menjelaskan alasan Prabowo menambah jumlah kementerian dan lembaga pada masa masa pemerintahan periode 2024-2029. Sebab, Prabowo ingin fokus pada program yang lebih spesifik di setiap bidang.
Apalagi, beberapa urusan pemerintahan saat ini masih digabungkan di dalam satu kementerian. "Pak Prabowo ingin memfokuskan pada program, satu kementerian satu bidang," kata Muzani seusai menghadiri sidang akhir Majelis Permusyawaratan Rakyat periode 2019-2024 pada Rabu (25/9).
Prabowo juga berencana memisahkan kementerian yang mengelola banyak bidang menjadi kementerian yang lebih spesifik. Hal ini bertujuan agar setiap kementerian lebih fokus pada tugas dan program di bidang tertentu, sehingga program pemerintah menjadi lebih efektif.
"Banyak bidang yang masih dirangkap dalam satu kementerian. Pak Prabowo ingin ada fokus pada program, maka kementerian dipecah," ujar Muzani.
Prabowo dikabarkan telah memulai proses penyusunan kabinet periode 2024-2029. Beredar kabar Prabowo bakal membentuk 44 kementerian. Sejumlah perangkat hukum juga telah disiapkan untuk mengakomodir keperluan Pemerintahan Prabowo-Gibran Rakabuming Raka.
DPR juga menyetujui revisi Undang-Undang (UU) Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara. Dengan revisi UU Kementerian Negara, presiden bisa menentukan jumlah kementerian.
Ketentuan teranyar pada baleid Pasal 15 revisi UU Kementerian Negara menetapkan jumlah keseluruhan kementerian disesuaikan dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan oleh presiden. Ketentuan ini merevisi Pasal 15 UU Nomor 39 Tahun 2008, yang sebelumnya membatasi jumlah kementerian maksimal sebanyak 34 kementerian.