Beda Pandangan Sri Mulyani dan Ekonom Soal Penyebab Deflasi 5 Bulan Beruntun

Rahayu Subekti
7 Oktober 2024, 14:31
Sri Mulyani
ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/foc.
Menteri Keuangan Sri Mulyani menyampaikan pidato kunci saat berlangsungnya International Seminar on Strategy for Escaping Middle-Income Trap and Growth Academy ASEAN di Jakarta, Senin (23/9/2024). Seminar tersebut membahas sejumlah strategi untuk menghadapi jebakan pendapatan kelas menengah di ASEAN.
Button AI Summarize

Indonesia mencatatkan deflasi lima bulan beruntun sejak bulan Mei hingga September 2024. Badan Pusat Statistik atau BPS melaporkan deflasi pada September 2024 mencapai 0,12% secara bulanan (mtm), atau lebih dalam dibandingkan bulan sebelumnya sebesar 0,03%.

Meskipun deflasi terjadi lima bulan beruntun, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati justru tidak khawatir dengan kondisi ini. Dia menilai deflasi pada periode tersebut masih menunjukan kinerja yang positif karena harga pangan menurun. “Itu merupakan perkembangan yang positif,” kata Sri Mulyani di Jakarta, Jumat (4/10).

Apalagi, sudah terjadi peningkatan inflasi yang dipengaruhi kenaikan harga pangan pada periode sebelumnya. Sementara saat ini terjadi penurunan harga pangan hingga mengalami deflasi.

Oleh karena itu, penurunan harga pangan sangat menentukan daya beli masyarakat, terutama bagi kelompok menengah bawah yang memiliki pengeluaran paling besar di makanan. "Jadi, kalau harga pangan stabil, bahkan menurun, karena waktu itu memang sempat meningkat. Itu adalah hal yang positif," ujar Sri Mulyani.

Inflasi inti saat ini masih sekitar 2%. Artinya, permintaan masyarakat masih tinggi karena di dalamnya terdapat komponen emas dan kenaikan harganya sangat memengaruhi inflasi inti. 

Sri Mulyani melihat inflasi lima bulan beruntun terjadi karena volatile food (harga pangan yang sering bergejolak) dan kenaikan harga komoditas. Sehingga, kondisi deflasi saat ini masih sesuai harapan karena harga makanan berada pada level stabil dan  bagus untuk konsumen, terutama kelas menengah. 

Biang Kerok Deflasi Menurut BPS

BPS juga meyakini deflasi lima bulan beruntun karena dipengaruhi oleh penurunan harga pangan. Tren deflasi telah terjadi sejak Mei 2024 dan terus berlanjut hingga bulan lalu.

Secara historis, deflasi pada September 2024 menjadi terdalam bila dibandingkan bulan yang sama dalam lima tahun terakhir. Pelaksana Tugas Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti menjelaskan penyebab deflasi dalam lima bulan terakhir karena penurunan harga pangan bergejolak atau volatile food.

Komponen harga bergejolak mengalami deflasi sebesar 1,34%, dengan andil terhadap inflasi umum 0,21% pada September 2024. Komoditas utama penyumbang deflasi yaitu cabai merah 0,09%, cabai rawit 0,08%, telur ayam ras dan daging ayam ras masing-masing 0,02%, tomat, daun bawang, kentang, dan wortel masing-masing 0,01%.

“Produk hortikultura dan juga produk peternakan beberapa bulan sebelumnya sempat mengalami peningkatan, sekarang turun karena kembali stabil,” kata Amalia

Deflasi Jadi Sinyal yang Perlu Diwaspadai

Ekonom Universitas Paramadina Wijayanto Samirin menilai tren deflasi masih cukup besar karena aktivitas ekonomi belum menggeliat, tabungan masyarakat makin tergerus, kredit macet kendaraan dan gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) juga masih tinggi. 

Oleh karena itu,  terdapat beberapa hal yang perlu diwaspadai terkait deflasi beruntun selama lima bulan yang berkaitan dengan kebijakan buruk pemerintah yang dapat memperbesar tsunami deindustrialisasi.

Dia menyebut dampak deflasi beruntun dapat menyebabkan peningkatan pengangguran, daya beli masyarakat tergerus, penurunan penerimaan pajak, serta konsumen dan produsen dihantui rasa pesimis.

“Kita memasuki era deflasi yang panjang dengan kemampuan intervensi pemerintah yang makin terbatas akibat kondisi fiskal yang lemah," ujar Wijayanto.

Menurut Wijayanto, jika kondisi deflasi terus terjadi, Indonesia bakal memasuki lingkaran setan menuju kemunduran ekonomi. Dan bakal sulit keluar dari lingkaran tersebut.

Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira melihat tren deflasi sebagai indikasi pelemahan dari sisi permintaan. Lebih parahnya lagi, pelemahan permintaan ini terjadi secara berturut-turut.

“Ini bukan kesuksesan dalam mengendalikan inflasi, melainkan tanda masyarakat sedang menahan belanja,” kata Bhima.

Selain menahan belanja, ada kemungkinan uang masyarakat juga sudah mulai berkurang. Hal ini tercermin dari penurunan kelas menengah menjadi rentan miskin.

“Kelas menengah rentan dan sulit mencari pekerjaan. Sementara kelas menengah atas memilih menahan belanja karena khawatir situasi ekonomi memburuk,” ujar Bhima.

Reporter: Rahayu Subekti

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...