Pertumbuhan Ekonomi RI Terancam Melambat Jika Terus Bergantung pada Faktor Musim
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya mencapai 4.95% pada kuartal III 2024. Pertumbuhan ekonomi ini melambat dibandingkan kuartal sebelumnya yang menyentuh 5,05%.
Perlambatan ini sesuai dengan proyeksi Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI). Dalam riset berjudul Indonesia Economic Outlook 2025, LPEM FEB UI memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya 4,96%.
Peneliti Makroekonomi dan Pasar Keuangan LPEM FEB UI Teuku Riefky menilai tren pertumbuhan ekonomi ini cukup mengkhawatirkan karena muncul risiko bahwa Indonesia tidak mampu tumbuh 5% tanpa faktor musiman.
Dia mencontohkan faktor musiman seperti penyelenggaran Pemilihan Umum (Pemilu) pada kuartal I 2024.Kemudian periode ramadan, hari raya idulfitri, libur sekolah, dan berbagai hari raya keagamaan selama kuartal II pada 2024.
“Selama paruh pertama 2024, Indonesia masih belum mampu tumbuh secara signifikan lebih dari 5% meskipun dua kuartal berturut-turut memiliki faktor pendorong musiman,” ujar Riefky, Selasa (5/11).
Menurut Riefky, kondisi ini mengindikasikan fenomena stagnansi sekuler karena tak ada sumber pertumbuhan ekonomi baru. Karena Indonesia hanya melanjutkan tren pertumbuhan jangka panjang di kisaran 5% sejak 2014 hingga kuartal II 2024, kecuali periode pandemi Covid-19.
Riefky pun memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia berpotensi tidak dapat tumbuh signifikan jelang akhir 2024, sebelum muncul faktor musiman, seperti periode libur natal dan tahun baru.
Dia juga menyoroti turunnya belanja pemerintah secara drastis pada triwulan II 2024 setelah upaya penyelesaian proyek infrastruktur dan penyelenggaraan Pemilu pada triwulan I 2024. Hal ini membuat pertumbuhan PDB ikut melambat.
“Dominansi belanja pemerintah dalam komponen pertumbuhan ekonomi ini membuktikan lesunya produktivitas berbagai sektor di perekonomian Indonesia,” tuturnya.
Penurunan produktivitas ini terlihat dari perlambatan pertumbuhan pada 11 dari 17 sektor ekonomi pada triwulan II 2024. Kondisi ini terjadi pada sektor manufaktur, konstruksi, penyaluran air dan pengolahan limbah, jasa usaha, properti, serta sektor pengolahan.
“Untuk sisa tahun 2024, pertumbuhan ekonomi bergantung pada kemampuan pemerintah baru menghasilkan quick wins sambil menangani isu struktural demi memastikan ekspansi pertumbuhan jangka menengah dan panjang,” ujarnya.
Perlambatan Konsumsi Rumah Tangga
Pelaksana Tugas Kepala Badan BPS, Amalia Adininggar Widyasanti menyebut pertumbuhan ekonomi hanya 1,50% secara kuartalan pada triwulan III 2024. Meski begitu, pertumbuhan ekonomi melambat karena pada kuartal I 2024 sempat mencapai 5,11% dan 5,05% pada kuartal II 2024.
Amalia mengungkapkan, penyebab perlambatan ekonomi karena faktor musiman. “Pertumbuhan ekonomi secara kuartalanan ini sejalan dengan pola musiman seperti yang terjadi di tahun-tahun sebelumnya yaitu pertumbuhan di triwulan III lebih rendah daripada triwulan II,” kata Amalia.
Secara tahunan, ekonomi Indonesia tumbuh 4,95% pada kuartal III 2024. Angka ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan kuartal III 2023 sebesar 4,94%. “Sekali lagi, secara kumulatif, ekonomi Indonesia tumbuh sebesar 5,03%,” ujar Amalia.
Adapun kontribusi terbesar terhadap produk domestik bruto (PDB) adalah konsumsi rumah tangga dengan porsi 53,08% pada triwulan III 2024. “Komponen ini tumbuh 4,91% yang menunjukkan masih terjaganya tingkat konsumsi masyarakat,” kata Amalia dalam konferensi pers, Selasa (5/11).
Namun laju konsumsi rumah tangga lebih rendah jika dibandingkan kuartal III 2023 yang mencapai 5,05%. Sementara konsumsi rumah tangga pada kuartal III 2022 mencapai 5,40%.
Amalia menyatakan konsumsi rumah tangga yang relatif lebih melambat pada kuartal III 2024, terutama dari kelompok pakaian, alas kaki, dan jasa perawatan. Lalu ada perumahan, kelengkapan rumah tangga serta kesehatan dan pendidikan.
Jika dilihat dari komposisi rumah tangga, pertumbuhan tinggi terjadi pada sektor transportasi, komunikasi, restoran dan hotel. “Keduanya ini tumbuhnya 6,45% dan 6,61%. Kalau dibandingkan kuartal II 2024, ini sedikit lebih lambat,” kata Amalia.
Amalia mengakui saat kuartal II 2024 memang terjadi puncak konsumsi masyarakat, karena adanya hari besar iduladha dan idulfitri yang meningkatkan konsumsi transportasi, komunikasi, serta restoran dan hotel.