Prabowo Diminta Fokus Genjot Daya Beli Beli untuk Capai Pertumbuhan Ekonomi 8%

Rahayu Subekti
18 November 2024, 14:39
Prabowo
ANTARA FOTO/Desca Lidya Natalia/tom.
Presiden Prabowo Subianto memberi hormat dari atas pesawat saat akan bertolak menuju Washington DC, Amerika Serikat, di Bandara Internasional Capital, Beijing, China, Minggu (10/11/2024). Presiden Prabowo akan melakukan kunjungan kenegaraan ke AS pada 11-12 November 2024, ke Peru untuk menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) APEC pada 12-16 November 2024, ke Brazil untuk menghadiri KTT G20 di Rio de Janeiro pada 16-19 November 2024, ke Inggris pada 20-23 November 2024, dan ke Qatar pada 23 November 2024.
Button AI SummarizeBuat ringkasan dengan AI

Presiden Prabowo Subianto berambisi mengejar pertumbuhan ekonomi pada kisaran 8% dalam lima tahun ke depan. Namun untuk mencapai target tersebut dianggap tidak mudah.

Institute for Development of Economics and Finance (Indef) mendesak pemerintah agar lebih fokus mendorong daya beli masyarakat terlebih dahulu, yang kini sedang merosot.

“Kalau dalam 100 hari pertama pemerintahan Pak Prabowo ini tidak bisa membangkitkan daya beli, kita harus melupakan pertumbuhan ekonomi 8%,” kata ekonom Indef Eko Listiyanto dalam diskusi publik Indef, Senin (18/11).

Jika memperbaiki daya beli masyarakat saja tak bisa, maka membangkitkan perekonomian secara keseluruhan hanya akan menjadi angan-angan. Hal ini tercermin dari pertumbuhan konsumsi rumah tangga.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat konsumsi ekonomi rumah tangga hanya tumbuh 4,93% secara tahunan pada kuartal III 2024. Realisasi ini lebih rendah dari pertumbuhan ekonomi sebesar 4,95%.

“Konsumsi rumah tangga ini lebih rendah dari pertumbuhan ekonomi pada kuartal III 2024. Jadi ini benar-benar alarm sebetulnya,” ujar Eko.

Untuk itu, pemerintah perlu meningkatkan daya beli masyarakat dalam 100 hari pertama. “Kalau tidak ada (peningkatan daya beli), kita susah untuk bisa optimistis dengan ambisi pertumbuhan ekonomi 8%,” kata Eko.

Sebab, lebih dari separuh perekonomian Indonesia ditentukan dari konsumsi masyarakat. Jika daya beli terus merosot, maka pertumbuhan ekonomi hingga 8% akan sulit tercapai.

“Karena realitasnya, pertumbuhan ekonomi Indonesia berada pada angka 5%-an saja. Sudah tidak berkembang lagi atau stuck karena terlalu lama berada di 5%-an,” ujar Eko.

Konsumsi Rumah Tangga Melambat

BPS mencatat konsumsi rumah tangga masih menjadi penopang utama pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal III 2024. Namun laju konsumsi rumah tangga pada periode ini justru melambat.

Pelaksana Tugas Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti menjelaskan komponen pengeluaran yang memberikan kontribusi terbesar terhadap produk domestik bruto (PDB) adalah konsumsi rumah tangga dengan porsi 53,08% pada triwulan III 2024.

“Komponen ini tumbuh 4,91% yang menunjukkan masih terjaganya tingkat konsumsi masyarakat,” kata Amalia dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa (5/11).

Meski begitu, laju pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada periode ini cenderung lebih rendah jika dibandingkan kuartal III 2023 yang mencapai 5,05%. Sementara pada periode tahun 2022, konsumsi rumah tangga mencapai 5,40%.

Amalia menyebut komponen konsumsi rumah tangga yang relatif melambat berasal dari kelompok pakaian, alas kaki, dan jasa perawatan. Lalu dari kelompok perumahan, kelengkapan rumah tangga serta kesehatan dan pendidikan.

Reporter: Rahayu Subekti

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...