Ribuan Warga Tandatangani Petisi Tolak Kenaikan PPN 12%
Petisi menolak rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12% telah menggema di media sosial. Ribuan warga Indonesia menyuarakan protes lewat platform Change.org dengan menandatangani petisi tersebut.
Petisi bertajuk "Pemerintah, Segera Batalkan Kenaikan PPN!" tersebut dibuat dan disebarkan oleh akun Bareng Warga. hingga Jumat (22/11), petisi tersebut telah ditandatangani lebih dari 4.000 orang.
Kebijakan kenaikan pajak ini dinilai semakin membebani perekonomian masyarakat yang tengah terpuruk. Penggagas petisi menilai rencana menaikan kembali PPN merupakan kebijakan yang akan memperdalam kesulitan masyarakat.
“Sebab harga berbagai jenis barang kebutuhan, seperti sabun mandi hingga Bahan Bakar Minyak (BBM) akan naik,” tulis Bareng Warga dalam change.org, dikutip Jumat (22/11).
Di media sosial X, ajakan menandatangani petisi ini telah diunggah ulang (repost) sebanyak 4.000 kali dan telah mendapat 5.000 suka per hari ini. Sebelumnya, penolakan terhadap kebijakan kenaikan PPN ini juga telah ramai diutarakan warganet lewat berbagai pesan berlatar biru dan lambang burung garuda.
Petisi tersebut mengajukan tuntutan untuk membatalkan kenaikan PPN yang sebelumnya tercantum dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan atau UU HPP.
“Atas dasar itu, rasa-rasanya Pemerintah perlu membatalkan kenaikan PPN yang tercantum dalam UU HPP, sebelum tunggakan pinjaman online membasa dan menyebar ke mana-mana.” bunyi tuntutan utama dalam petisi tersebut.
Adapun, ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia bakal stagnan pada 2025. Direktur Eksekutif Indef, Esther Sri Astuti memperkirakan pertumbuhan ekonomi tak akan jauh dari level saat ini.
“Kami memproyeksikan pertumbuhan ekonomi ke depan tahun 2025 itu sekitar 5%,” kata Esther dalam Seminar Nasional Indef di Hotel Aryaduta, Jakarta, Kamis (21/11).
Menurut laporan Indef: Tantangan Pelik Kabinet Baru, perlambatan daya beli menjadi faktor utama stagnasi ini. Perlambatan tersebut terlihat sejak kuartal I hingga triwulan III 2024, diperburuk oleh penurunan kualitas penyaluran kredit, rendahnya belanja modal pemerintah, dan pelemahan sektor industri.
Rencana kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% pada 2025 juga menjadi sorotan Indef. Meski kenaikannya hanya 1%, dampaknya diproyeksikan membuat harga barang naik hingga 9%, melemahkan daya beli, dan menekan konsumsi rumah tangga. Kenaikan PPN diperkirakan menurunkan pertumbuhan ekonomi sebesar 0,02%.