Sri Mulyani Bertemu Cak Imin, Bahas Operasional BPJS Ketenagakerjaan pada 2025
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menggelar rapat koordinasi untuk membahas operasional Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan untuk 2025. Rapat tersebut digelar di Jakarta, pada Kamis siang (28/11).
Rapat ini dihadiri oleh Menko Pemberdayaan Masyarakat Muhaimin Iskandar (Cak Imin), Menteri Ketenagakerjaan Yassierli, Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan Anggoro Eko Cahyo, Ketua Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) Nunung Nuryartono dan jajaran.
Sri Mulyani menyatakan bahwa BPJS Ketenagakerjaan merupakan aspek penting dalam penting dalam perlindungan sosial dan peningkatan kesejahteraan masyarakat yang inklusif.
"Ini sesuai Asta Cita yang telah dicanangkan Presiden Prabowo Subianto untuk memeratakan ekonomi serta memberantas kemiskinan," kata Sri Mulyani dalam unggahan di akun Instagramnya, Kamis (28/11).
Oleh karena itu, pihaknya mendukung optimalisasi operasional BPJS Ketenagakerjaan dalam mendukung aspek kepesertaan, meningkatkan pelayanan, memajukan aspek inovasi dan teknologi.
"Kami juga ingin memastikan dana jaminan sosial dikelola dengan prinsip kehati-hatian untuk sebesar-besarnya dikembalikan kepada peserta," ujar Sri Mulyani.
Lepas dari Jebakan Pendapatan Menengah
Pada kesempatan berbeda, Anggoro menyebut peran penting jaminan sosial dalam upaya lepas dari jebakan pendapatan menengah dan mengentaskan kemiskinan, dengan memberikan jaring pengaman kepada pekerja rentan.
Terdapat sejumlah isu yang dihadapi Indonesia saat ini yaitu lepas dari jebakan pendapatan menengah (middle income trap), optimalisasi bonus demografi dan pengentasan kemiskinan.
Indonesia saat ini memiliki enam jaminan sosial dasar, lima di antaranya jaminan sosial ketenagakerjaan, yang harus dijaga dan dioptimalkan pemanfaatan yang sesuai filosofi sebagai jaring pengaman untuk kesejahteraan masyarakat pekerja.
Dia mengatakan Indonesia sudah memasuki kategori negara middle income sejak 1993 dan masih berada di kategori itu sampai saat ini. Hal itu dialami banyak negara lain, yang mengalami stagnasi untuk dapat naik ke pendapatan tinggi (high income).
Di saat bersama Indonesia, Indonesia tengah menghadapi era bonus demografi, di mana penduduk usia produktif lebih banyak dibandingkan mereka yang masuk kategori tidak produktif seperti anak-anak dan lansia.
Namun setelah era tersebut, Indonesia menghadapi potensi populasi yang menua dengan penduduk usia lanjut akan meningkat. Kondisi ini tentunya akan menahan lanjut perekonomian, dan juga memicu munculnya kemiskinan baru.
"Yang tentu saja bagi masyarakat yang tidak memiliki jaring pengaman, dapat dilihat dari menurunnya populasi kelas menengah berpindah ke kelas di bawahnya," kata Anggoro dalam pembukaan Social Security Summit 2024 di Jakarta, Selasa (26/11).
Di situ peran jaminan sosial terutama di bidang ketenagakerjaan dapat berdampak dalam setiap siklus kehidupan manusia. Termasuk ketika usia dini dapat mendapatkan manfaat beasiswa pendidikan karena orang tua mengikuti program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JKM)
Saat bekerja, terdapat Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) dan Jaminan Hari Tua (JHT) dan bagi yang sudah memasuki usia pensiun dapat mengklaim Jaminan Pensiun (JP).
Hal itu sesuai dengan amanat UUD 1945 bahwa setiap rakyat Indonesia, terutama yang tidak mampu, berhak untuk mendapatkan jaminan sosial agar dapat hidup sejahtera.
Sampai dengan 2024, BPJS Ketenagakerjaan sudah menyalurkan Rp 48 triliun untuk 3,5 juta pekerja dan ahli waris serta beasiswa pendidikan sebesar Rp 371 miliar untuk 89 ribu anak pekerja.
Jaring pengaman sosial dinilai sangat penting untuk pekerja rentan, yang kebanyakan bekerja di sektor informal dengan pendapatan yang tidak menentu dan rawan mengalami kecelakaan kerja.
Banyak dari mereka masuk dalam kategori desil 1 dengan tingkat kesejahteraan paling rendah."Jadi kita melihat untuk segmen pekerja rentan, mereka sangat perlu untuk punya jaring pengaman," kata Anggoro.