Tarik Ulur PPN 12%, Tetap Berlaku pada 2025 hingga Sri Mulyani Pilih Bungkam

Rahayu Subekti
4 Desember 2024, 15:34
PPN
Instagram/Anggito Abimanyu
Gedung Direktorat Jenderal Pajak (DJP)
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Tarik ulur rencana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% terus tergulir. Karena pemerintah belum memberi kepastian apakah kenaikan pajak ini bakal ditunda atau tetap berlaku pada awal 2025.

Kepastian itu semakin tak jelas setelah rencana kenaikan ini mencuat ke publik dan banyak mendapat penolakan dari berbagai pihak. Penolakan ini makin meluas karena ekonomi dan daya beli masyarakat semakin melambat. 

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati bahkan masih memilih bungkam ketika ditanya mengenai kenaikan PPN ini usai menghadiri rapat koordinasi di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian pada Rabu (3/12). Perempuan yang kerap disapa Ani itu enggan menjawab pertanyaan awak media mengenai kepastian kenaikan PPN 12%.

Padahal, bendahara negara ini sudah menyampaikan rencana kenaikan PPN saat menghadiri rapat kerja dengan Komisi XI DPR pada bulan lalu. Ia mengatakan, kenaikan PPN akan dilakukan sesuai aturan yang tertulis pada Undang-undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan atau UU HPP.

Dalam aturan tersebut, kenaikan PPN menjadi 12% berlaku paling lambat pada 1 Januari 2025. "Di sini (Komisi XI DPR) kami sudah membahas bersama. Sudah ada Undang-undangnya,” kata Sri Mulyani dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR, Rabu (14/11).

Pemerintah akan menyiapkan agar ketentuan kenaikan PPN bisa dilaksanakan pada 2025. Pemerintah juga akan menjelaskan sebaik mungkin agar masyarakat memahami kenaikan PPN tersebut.

Sri Mulyani menjelaskan bahwa kenaikan PPN menjadi 12% diperlukan agar pemerintah tetap bisa menjaga kesehatan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Karena pemerintah membuat kebijakan perpajakan termasuk PPN dengan pertimbangan.

Sinyal Penundaan Kenaikan PPN 12%

Setelah ramai dikritik hingga muncul petisi penolakan, muncul kabar kebijakan ini bakal ditunda. Penundaan tarif PPN 12% disampaikan oleh Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN), Luhut Binsar Pandjaitan. "Ya hampir pasti diundur," kata Luhut di Jakarta, Rabu (27/11).

Hal ini karena pemerintah berencana memberikan stimulus atau insentif terlebih dahulu kepada masyarakat melalui bantuan sosial (bansos) untuk kelas menengah. "PPN 12% sebelum itu jadi, harus diberikan dulu stimulus kepada rakyat yang ekonominya susah," kata Luhut.

Bansos tersebut diperlukan sebagai sebagai bantalan untuk meredam dampak PPN 12%. Rencananya, bansos tersebut diberikan bukan dalam bentuk bantuan langsung tunai (BLT), tapi subsidi energi ketenagalistrikan.

"Tapi diberikan itu ke listrik. Karena kalau diberikan (BLT), nanti ke rakyat takut dijudikan lagi nanti," kata Luhut.

Ketika disinggung kembali mengenai kepastian waktu penerapan tarif PPN 12% pada 2025 Luhut mengatakan hal itu bergantung hasil rapat pemerintah mendatang. "Ya kita enggak tahu, nanti rapat masih ada berapa lama lagi kan," kata Luhut.

Tetap Berlaku Mulai 1 Januari 2025

Hanya selang sehari setelah pernyataan Luhut, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto justru menepis kabar tersebut. Airlangga menyampaikan bahwa penundaan tarif PPN 12% belum dibahas oleh Kabinet Merah Putih.

“Belum, belum, belum dibahas,” kata Airlangga di Istana Negara, Jakarta, Kamis (28/11).

Airlangga hanya menjelaskan bahwa kenaikan pajak tersebut sesuai dengan UU HPP. Meski demikian, akan ada barang-barang yang tak terdampak kenaikan PPN menjadi 12%.

“PPN kan ada yang dikecualikan, terutama untuk bahan pokok, bahan penting dan termasuk pendidikan. Untuk yang lain tentu dilihat di UU saja,” ujar Airlangga.

Sementara Staf Ahli Bidang Ekonomi Makro dan Keuangan Internasional Kementerian Keuangan, Parjiono memberikan sinyal kuat bahwa kenaikan PPN menjadi 12% mulai berlaku pada 1 Januari 2025.

Saat ini Kemenkeu masih melakukan proses untuk penerapan kebijakan tersebut. “Jadi, kita masih dalam proses ke sana, artinya akan berlanjut,” kata Parjiono di Jakarta, Selasa (3/12).

Meski begitu, kebijakan ini akan dilakukan melalui penguatan subsidi. Sebab, daya beli masyarakat menjadi salah satu prioritas yang perlu dijaga pemerintah saat ini.

“Kami perkuat juga subsidi, jaring pengaman. Kalau kita lihat juga bahwa insentif perpajakan yang lebih banyak menikmati adalah kelas menengah dan atas,” ujar Parjiono.

Reporter: Rahayu Subekti

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...