Neraca Dagang RI Surplus 54 Bulan Beruntun, Sri Mulyani Soroti Peran Hilirisasi
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyoroti neraca perdagangan Indonesia yang tetap mengalami surplus dalam 54 bulan terakhir hingga Oktober 2024 di tengah pelemahan ekonomi global. Surplus ini ditopang oleh sektor manufaktur dan hilirisasi.
Hal itu disampaikan Sri Mulyani usai menghadiri acara penyerahan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) dan Daftar Alokasi Transfer Ke Daerah Tahun Anggaran 2025 serta peluncuran katalog elektronik versi 6.0 oleh Presiden Prabowo Subianto di Istana Negara Jakarta, Selasa (10/12).
"Neraca perdagangan kita juga dalam posisi positif 54 bulan terakhir dengan mengalami surplus perdagangan, di mana nilai ekspor kita sampai dengan Oktober 2024 mencapai US$ 24,4 miliar," kata Sri Mulyani.
Kementerian Keuangan mencatat bahwa neraca perdagangan Indonesia tumbuh 10,2% dalam kurun 54 bulan di tengah situasi global yang penuh ketidakpastian.
Menurutnya, surplus neraca perdagangan ini menandakan bahwa potensi ekspor didukung baik dari sektor manufaktur maupun sektor-sektor yang mengalami hilirisasi menjadi sangat besar.
Target APBN 2025
Dalam rancangan APBN Tahun 2025, pemerintah menetapkan asumsi makro pada 2025 dengan pertumbuhan ekonomi 5,2%, inflasi 2,5% dan tingkat bunga surat berharga negara (SBN) 10 tahun adalah 7%.
Sri Mulyani menyampaikan bahwa APBN 2025 dirancang dengan defisit Rp616,2 triliun atau 2,53% dari produk domestik bruto (PDB).
Pemerintah juga menetapkan asumsi nilai tukar rupiah Rp 16.000 per dolar AS, harga minyak mentah Rp 82 per barel, lifting minyak dan lifting gas adalah 605.000 barel dan untuk lifting gas 1.005.000 barel per hari.