Celios: Impor Sapi Perah Bisa Bebani 51,76% Anggaran Makan Bergizi Gratis

Rahayu Subekti
30 Desember 2024, 14:36
makan bergizi gratis
Donang Wahyu | Katadata
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Center of Economic and Law Studies (Celios) menilai bahwa program makan bergizi gratis bisa menjadi celah untuk meningkatkan impor. Bahkan, pemerintah sudah merencanakan untuk mendatangkan satu juta ekor sapi perah guna mendukung program yang digagas oleh Presiden Prabowo Subianto tersebut.

Dalam riset terbarunya yang berjudul Mitigasi Risiko Program Makan Bergizi Gratis, Celios mengungkapkan bahwa rencana impor sapi perah akan menghabiskan separuh dari total anggaran Rp 71 triliun yang sudah dialokasikan pemerintah untuk program makan bergizi gratis.

Celios memperkirakan impor satu juta ekor sapi perah akan memerlukan biaya sebesar US$ 2,34 miliar, atau sekitar Rp 36,75 triliun (kurs Rp 15.656 per dolar AS). Sapi-sapi tersebut akan didatangkan untuk memenuhi kebutuhan 733.768 ton susu dalam program makan bergizi gratis. Anggaran untuk impor sapi ini setara dengan 51,76% dari total anggaran program yang mencapai Rp 71 triliun.

Celios menilai, rencana impor sapi perah justru menguntungkan investor asing, sementara peternak lokal menghadapi biaya produksi yang tinggi, keterbatasan akses pasar, dan infrastruktur yang masih terbatas. Dampaknya, peternak lokal bisa tersingkir karena daya saing yang lemah.

Rencana Impor Sapi Perah Dinilai Problematis

Peneliti Celios, Bakhrul Fikri, menilai rencana pemerintah untuk mendatangkan satu juta sapi perah adalah langkah yang problematis. Pasalnya, banyak peternak sapi perah lokal yang produksi susunya tidak terserap dengan baik.

Fikri mencontohkan aksi protes peternak susu di Boyolali yang membuang susu mereka karena ditolak oleh pabrik-pabrik yang biasanya mereka suplai. Dalam konteks program makan bergizi gratis, pemerintah membutuhkan pasokan susu untuk memenuhi kebutuhan gizi anak-anak dan penerima manfaat lainnya.

Namun, alih-alih mendorong penguatan produksi susu lokal, pemerintah justru berencana mengimpor sapi perah. Menurut Fikri, seharusnya pemerintah lebih fokus untuk memenuhi kebutuhan susu dalam negeri, bukan sapi perah.

"Kalau di domestik itu tidak bisa memenuhi kebutuhan dalam negeri yang diimpor bukan sapinya tapi harusnya susunya,” kata Fikri dalam diskusi Celios, Senin (30/12).

Pentingnya Program yang Mendukung Peternak Lokal

Direktur Eksekutif Celios, Bhima Yudhistira mendesak agar program makan bergizi gratis lebih berpihak pada peternak dan petani lokal. Bhima mengingatkan, jangan sampai program ini menjadi celah bagi masuknya berbagai pangan impor, termasuk susu, yang justru merugikan peternak lokal.

Selain itu, impor pangan juga dapat berdampak pada berkurangnya serapan tenaga kerja dan mengancam stabilitas nilai tukar rupiah. Untuk itu, mitigasi risiko harus dimulai dengan sistem pengadaan barang dan jasa yang mendukung produk lokal.

"Sebelum makan bergizi gratis berjalan efektif, kami mendorong pemerintah untuk mengeluarkan regulasi teknis yang mengatur batas minimum konten lokal dalam pengadaan bahan baku untuk program makan bergizi gratis," kata Bhima.

Masyarakat Menolak Bahan Makanan Impor

Dalam riset terbaru Celios, mayoritas responden (59%) tidak setuju jika bahan makanan untuk program makan bergizi gratis berasal dari impor. Hal ini menunjukkan adanya keinginan kuat di kalangan masyarakat untuk memprioritaskan bahan makanan lokal yang dapat mendukung perekonomian dan mengurangi ketergantungan pada impor.

Celios juga mencatat bahwa ketersediaan bahan makanan lokal yang lebih segar dan lebih mudah dijangkau menjadi alasan utama bagi masyarakat untuk menolak bahan makanan impor.

Penolakan ini juga mencerminkan kekhawatiran akan kualitas dan keamanan pangan, serta potensi dampak negatif terhadap petani lokal dan perlindungan pasar domestik.

Namun, hanya 21% responden yang setuju jika bahan makanan program makan bergizi gratis berasal dari impor. Pendapat ini mungkin didorong oleh keyakinan bahwa beberapa bahan makanan tertentu tidak dapat diproduksi secara lokal atau kualitasnya lebih baik jika diimpor.

Reporter: Rahayu Subekti

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...