MK Pangkas Peran Menkeu di Lembaga Penjamin Simpanan, Tegaskan Independensi

Ira Guslina Sufa
4 Januari 2025, 07:40
MK
ANTARA FOTO/Fauzan
Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi Saldi Isra (kanan) berbincang dengan Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih (kiri) saat berlangsungnya sidang putusan uji materi undang-undang di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (2/1/2025).
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Mahkamah Konstitusi menegaskan independensi Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dengan memberi pemaknaan baru terhadap sejumlah frasa yang termuat dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK). Salah satu poin dalam putusan Nomor 85/PUU-XXII/2024 adalah menghapus peran Menteri Keuangan dalam penentuan rencana kerja dan anggaran. 

“Mengabulkan permohonan para pemohon untuk sebagian,” ucap Ketua MK Suhartoyo membacakan amar putusan seperti dikutip Sabtu (4/1). 

Dalam putusannya, Mahkamah menyatakan frasa ‘untuk mendapat persetujuan’ yang terdapat pada Pasal 86 ayat (4), frasa ‘Menteri Keuangan memberikan persetujuan’ pada ayat (6) UU PPSK inkonstitusional bersyarat, sepanjang tidak dimaknai “persetujuan DPR”. Ketentuan serupa juga berlaku untuk frasa ‘yang telah mendapatkan persetujuan Menteri Keuangan’ yang terdapat dalam ayat (7) Pasal 7 angka 57. 

Suhartoyo mengatakan putusan tersebut berlaku setelah pembentuk undang-undang melakukan perubahan paling lama dua tahun sejak putusan diucapkan. Pasal tersebut mengatur tentang penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Tahunan (RKAT) untuk kegiatan operasional LPS. 

Lebih jauh ia mengatakan, MK mengabulkan permohonan tersebut untuk menjaga independensi LPS dari campur tangan institusi lain, dalam hal ini Menteri Keuangan. Dalam pertimbangan hukum yang dibacakan Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih, MK menilai bahwa sekalipun diperlukan peran atau keterlibatan Menteri Keuangan dalam penyusunan RKAT, tidak tepat apabila bentuk keterlibatan itu berupa persetujuan karena berpotensi mengurangi independensi LPS dalam mengambil keputusan.

Menurut MK, penyusunan RKAT operasional LPS lebih tepat dilakukan melalui persetujuan DPR. Hal itu sejalan dengan maksud UU PPSK untuk menjamin independensi LPS, tetapi dengan tetap adanya prinsip periksa dan timbang dari DPR yang secara konstitusional memiliki fungsi penganggaran dan pengawasan.

MK meyakini, dengan adanya persetujuan DPR terhadap RKAT operasional LPS akan menciptakan perlakuan yang sama dengan lembaga sektor keuangan lainnya, yakni Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan. Namun demikian, Mahkamah tidak akan serta-merta menyatakan sejumlah frasa pada Pasal 86 ayat (4), ayat (6), dan ayat (7) huruf a dalam Pasal 7 angka 57 UU PPSK inkonstitusional bersyarat karena ihwal RKAT operasional LPS bertalian dengan tahapan lainnya.

Pada kesempatan yang sama, MK mengamanatkan agar pembentuk undang-undang melakukan sinkronisasi dan harmonisasi dengan materi muatan dalam ayat, pasal, maupun bagian lain dalam UU PPSK yang berkaitan dengan RKAT LPS.

Perkara ini dimohonkan oleh Giri Ahmad Taufik dan Wicaksana Dramanda yang berprofesi sebagai dosen, serta Mario Angkawidjaja yang berstatus sebagai mahasiswa.

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...