Ekspor Impor Jeblok, Neraca Perdagangan Januari 2025 Cetak Surplus US$ 3,45 M

Ringkasan
- Pemerintah, melalui Kementerian ESDM, telah menyelesaikan Revisi Peraturan Pemerintah Kebijakan Energi Nasional (RPP KEN) dan sedang meminta persetujuan DPR untuk pengesahannya, didorong oleh percepatan kemajuan teknologi dan diversifikasi Energi Baru Terbarukan (EBT) yang meningkatkan potensinya dalam bauran energi primer nasional.
- Revisi RPP KEN bertujuan untuk memperkuat kontribusi sektor energi dalam pengurangan emisi gas rumah kaca serta mencapai tujuan net zero emission pada tahun 2060, dengan mengarah pada kebijakan energi yang berkeadilan, berkelanjutan, terpadu, efisien, produktif, dan berwawasan lingkungan.
- Rencana ini mencakup optimasi penggunaan EBT untuk mendukung dekarbonisasi dengan target mencapai 23% EBT dalam bauran energi primer pada 2025, 31% pada 2050, dan 70% sampai 72% pada 2060, sebagai langkah mencapai puncak emisi pada 2035 dan net zero emission pada 2060.

Badan Pusat Statistik atau BPS mencatat neraca perdagangan Indonesia pada Januari 2025 kembali mencetak surplus sebesar US$ 3,45 miliar. Pelaksana Tugas Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti menjelaskan, surplus neraca perdagangan ini naik US$ 1,21 miliar dibandingkan Desember 2024 sebesar US$ 2,24 miliar
“Neraca perdagangan Indonesia telah mencatatkan surplus selama 57 bulan berturut-turut sejak Mei 2020,” kata Amalia dalam konferensi pers, Senin (17/2).
Dia menjelaskan, surplus neraca perdagangan pada Januari 2025 ditopang oleh komoditas nonmigas. Komoditas utama penyumbang surplus adalah bahan bakar mineral, lemak dan minyak hewan nabati, serta besi dan baja.
Di sisi lain, menurut dia, komoditas migas tercatat defisit US$ 1,43 miliar. “Penyumbang defisitnya adalah minyak mentah dan hasil minyak,” ujar Amalia.
Surplus pada Januari 2025 terjadi ditengah penurunan kinerja ekspor dan impor. Ekspor pada Januari 2025 mencapai US$ 21,45 miliar dolar AS, turun 8,56% dibandingkan Desember 2024. Sedangkan impor turun lebih dalam mencapai 15,8% menjadi US$ 18 miliar.
Surplus Perdagangan dengan Tiga Negara
Amalia mencatat, surplus perdagangan barang diperoleh Indonesia dari sejumlah negara. Indonesia mencatatkan surplus besar, terutama dari perdagamgan dengan Amerika Serikat, India, dan Filipina.
“Surplus perdagangan dengan Amerika Serikat mencapai US$ 1,58 miliar, India mencapai US$ 0,77 miliar, dan Filipina sebesar US$ 0,73 miliar,” kata Amalia.
Di sisi lain, Indonesia mencatat defisit perdagangan dengan Cina, Australia, dan Ekuador. Defisit perdagangan Indonesia dengan Cina mencapai US$ 1,77 miliar, Australia mencapai US$ 0,19 miliar, dan Ekuador mencapai US$ 0,13 miliar.
Surplus neraca perdagangan ini di luar prediksi sejumlah ekonom sebelumnya. Kepala Ekonom Bank Central Asia atau BCA David Sumual memproyeksi, surplus neraca perdagangan Indonesia pada Januari 2025 menyusut dibandingkan Desember 2024.
“Surplus neraca perdagangan diperkirakan US$ 1,47 miliar,” kata Kepala Ekonom Bank Central Asia atau BCA David Sumual kepada Katadata.co.id, Senin (17/2). Angka proyeksi ini dibawah realisasi surplus neraca ekspor impor pada Desember 2024 US$ 2,24 miliar.
Sementara itu, Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede juga memproyeksikan surplus neraca dagang pada Januari 2025 susut. Hal ini karena normalisasi harga komoditas, meningkatnya kekhawatiran perang dagang, dan pelemahan ekonomi global.
“Surplus perdagangan Indonesia diperkirakan berlanjut, meskipun menyempit dari US$ 2,24 miliar pada Desember 2024 menjadi US$ 1,76 miliar bulan ini,” kata Josua.
Josua menambahkan, Baltic Dry Index menunjukkan tren penurunan yang signifikan pada Januari 2025. Hal ini mengindikasikan perlambatan perdagangan global dan berkurangnya permintaan untuk pengiriman bahan baku.
“Hal ini terjadi di tengah meningkatnya kekhawatiran mengenai risiko perang dagang 2.0 dan perlambatan global,” ujar Josua.