Impor pada Januari Jeblok, BPS Sebut Efek Banyak Hari Libur

Ringkasan
- Pada Januari 2025, impor anjlok 15,18% dibanding bulan sebelumnya akibat aktivitas industri yang belum sepenuhnya pulih dan hari libur yang banyak.
- Penurunan impor terutama pada sektor migas (24,69%) disebabkan oleh berkurangnya impor minyak mentah dan hasil minyak.
- Dalam perbandingan tahunan, impor Januari 2025 turun 2,67% dipengaruhi oleh penurunan impor migas dan nonmigas.

Badan Pusat Statistik alias BPS mencatat, impor pada Januari 2025 sebesar US$ 18 miliar, anjlok 15,18% dibandingkan bulan sebelumnya. Jebloknya kinerja impor disebabkan oleh aktivitas industri yang belum 100%.
Pelaksana Tugas Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti menjelaskan, merosotnya impor pada awal tahun ini dipengaruhi oleh banyaknya hari libur. Aktivitas industri juga belum mencapai 100% pada awal tahun.
“Karena sebagian minggu di bulan Januari ini adalah masih libur,” ujar Amalia dalam konferensi pers, Senin (17/2).
Momen libur yang berpengaruh, antara lain Hari Raya Imlek pada akhir Januari 2025. Hal ini memicu aktivitas industri maupun aktivitas ekonomi lainnya belum aktif seperti biasanya.
Namun, penurunan impor terutama terjadi pada sektor migas yang mencapai 24,69% menjadi US$ 814,1 juta. Sedangkan impor nonmigas turun 13,43% menjadi US$ 2.406,9 juta.
BPS mencatat, penurunan impor migas disebabkan oleh berkurangnya impor minyak mentah sebesar 38,84% menjadi US$ 349,9 juta dan hasil minyak 19,37% menjadi US$ 464,2 juta.
Adapun ika dibandingkan dengan bulan yang sama tahun sebelumnya, impor Januari 2025 turun 2,67% atau US$ 494,3 juta. Penurunan ini uga disebabkan oleh berkurangnya impor migas sebesar 7,99% menjadi US$ 215,6 juta dan nonmigas US$ 278,7 juta atau 1,76%.
BPS juga mencatat tiga negara pemasok barang impor nonmigas terbesar selama Januari 2025 adalah Cina sebesar US$ 6,34 miliar atau 40,86%, Jepang sebesar US$ 1,15 miliar atau 7,42%, dan Amerika Serikat sebesar US$ 0,76 miliar atau 4,92%. Sementara itu, impor nonmigas dari ASEAN mencapai US$ 2,39 miliar atau 15,41% dan Uni Eropa US$ 0,87 miliar atau 5,60%.