Rupiah Diprediksi Menguat Lagi Imbas Kebijakan AS dan Data Manufaktur Cina


Sejumlah analis memproyeksikan rupiah memiliki peluang untuk menguat kembali pada awal pekan ini. Hal ini setelah rupiah tertekan cukup dalam pada akhir pekan lalu di level Rp 16.595 per dolar AS yang turun 141,50 poin atau 0,86% dari penutupan sebelumnya.
“Rupiah diperkirakan berpotensi menguat terhadap dolar AS di kisaran 16.500 per dolar AS hingga 16.600 per dolar AS,” kata Analis Doo Financial Futures, Lukman Leong kepada Katadata.co.id, Senin (3/3).
Dia menjelaskan, potensi penguatan tersebut setelah dolar AS melemah pada pagi ini usai pernyataan Menteri Perdagangan Amerika Serikat, Howard Lutnick yang menyatakan tarif perdagangan masih dapat dinamis. Ini memicu harapan pengurangan pada tarif 25% terhadap Kanada dan Meksiko,
“Rilis data PMI Jasa Cina pada akhir pekan lalu juga lebih kuat dari perkiraan juga dapat mendukung rupiah,” ujar Lukman.
Berdasarkan data Bloomberg pagi ini pukul 09.05 WIB, rupiah dibuka menguat pada level Rp 16.542 per dolar AS. Level ini naik 53,50 poin atau 0,32% dari penutupan sebelumnya.
Senada, pengamat pasar uang Ariston Tjendra juga memperkirakan rupiah akan menguat hari ini. “Pagi ini terlihat pergerakan nilai tukar emerging market terhadap dolar AS cukup positif, rata-rata menguat,” kata Ariston.
Di tengah ancaman penerapan kenaikan tarif dari Presiden Trump untuk Meksiko, Kanada, dan Cina, Ariston menyebut pelaku pasar kembali masuk ke aset berisiko pada pagi ini. Menurutnya, bisa saja hal tersebut sebagai aksi buy on dip karena harga telah tertekan cukup dalam.
“Jadi ada potensi rupiah ikut menguat hari ini terhadap dolar AS. Penguatan mungkin ke arah Rp 16.500 per dolar AS dengan potensi resisten di kisaran Rp 16.600 per dolar AS,” ujar Ariston.
Meski begitu, Ariston mengatakan saat ini sentimen Trump masih berlangsung. Ariston menjelaskan, niat Trump untuk mengenakan tarif yang lebih tinggi belum redup.
“Sentimen ini bakal terus memberikan tekanan ke aset berisiko kedepannya,” ucap Ariston.