Defisit APBN Capai Rp 23,45 Triliun pada Januari 2025

Ringkasan
- APBN mencatatkan defisit Rp23,45 triliun atau 0,10% dari PDB hingga akhir Januari 2025, berbeda dengan periode sama tahun sebelumnya yang surplus. Pemerintah berkomitmen menjaga stabilitas ekonomi melalui pengelolaan fiskal yang disiplin.
- Defisit disebabkan belanja negara Rp180,77 triliun lebih besar dari pendapatan negara Rp157,32 triliun. Pendapatan negara menghadapi tantangan, terutama penerimaan pajak yang mencapai Rp115,18 triliun.
- Pemerintah mengandalkan penerbitan Surat Berharga Negara dan pinjaman untuk menutup defisit. Realisasi pembiayaan anggaran mencapai Rp154,04 triliun atau 25% dari target.

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) mencatatkan defisit sebesar Rp23,45 triliun atau 0,10% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) hingga 31 Januari 2025. Kondisi ini berbeda dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya, di mana APBN masih mencatatkan surplus Rp35,12 triliun atau 0,16% terhadap PDB
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan bahwa meskipun menghadapi tantangan ekonomi global, pemerintah tetap berkomitmen menjaga stabilitas ekonomi nasional melalui pengelolaan fiskal yang disiplin dan kebijakan yang tepat sasaran.
“Kami akan mengoptimalkan APBN agar manfaatnya dapat dirasakan langsung oleh masyarakat, salah satunya dengan mempercepat belanja pada program-program prioritas sesuai arahan Presiden,” ujar Sri Mulyani dikutip dari APBN Kita Edisi Februari 2025, Rabu (12/3).
Menurutnya, ketidakpastian global tetap menjadi tantangan yang perlu diantisipasi. Pemerintah menerapkan kebijakan fiskal countercyclical untuk menjaga stabilitas ekonomi, melindungi kesejahteraan masyarakat, dan mempertahankan pertumbuhan.
Defisit APBN 2025 ditetapkan sebesar 2,53% terhadap PDB dengan strategi pembiayaan yang aman dan berkelanjutan. Hingga Januari 2025, defisit tetap terkendali di Rp23,5 triliun atau dari 0,1% PDB.
Belanja Negara Sentuh Rp 180,77 Triliun
Defisit APBN disebabkan oleh selisih antara pendapatan negara dan belanja negara. Hingga Januari 2025, realisasi pendapatan negara mencapai Rp 157,32 triliun, sementara belanja negara mencapai Rp180,77 triliun. Dengan demikian, belanja yang lebih besar dibandingkan penerimaan menyebabkan terjadinya defisit anggaran.
Penerimaan negara pada periode ini masih menghadapi tantangan, terutama dalam penerimaan pajak. Hingga Januari 2025, penerimaan perpajakan mencapai Rp115,18 triliun, sedangkan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) hanya mencapai Rp42,13 triliun
Di sisi belanja, pemerintah telah mengalokasikan dana untuk berbagai program prioritas, termasuk belanja pemerintah pusat sebesar Rp86,04 triliun dan transfer ke daerah sebesar Rp94,73 triliun. Belanja ini mencakup berbagai sektor strategis seperti pendidikan, kesehatan, infrastruktur, serta program perlindungan sosial.
Untuk menutup defisit ini, pemerintah mengandalkan strategi pembiayaan melalui penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) dan pinjaman. Realisasi pembiayaan anggaran hingga Januari 2025 mencapai Rp154,04 triliun atau sekitar 25% dari target.
Realisasi pembiayaan utang tercatat Rp153,36 triliun (19,77% dari pagu), terdiri dari:
- Surat Berharga Negara (Neto): Rp160,87 triliun
- Pinjaman (Neto): -Rp7,52 triliun, dengan rincian:
Pinjaman Dalam Negeri (Neto): -Rp28,5 miliar
Pinjaman Luar Negeri (Neto): -Rp7,49 triliun
Selain itu, pembiayaan investasi mencapai Rp0,49 triliun melalui investasi Pemerintah oleh BUN (Non Permanen) dari pengembalian pokok pinjaman PEN Daerah. Pemerintah juga menerima:
- Penerimaan atas pemberian pinjaman: Rp0,09 triliun
- Penerimaan atas pembiayaan lainnya: Rp0,10 triliun