APBN KiTA Dirilis Besok, Defisit 2025 Diproyeksi Makin Lebar

Rahayu Subekti
12 Maret 2025, 20:34
Defisit
ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/nz
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (tengah) didampingi Wamen Keuangan Suahasil Nazara (kiri) dan Thomas Djiwandono (kanan) menyampaikan keterangan saat konferensi pers APBN Kita di Kemenkeu, Jakarta, Senin (6/1/2025). Menteri Keuangan Sri Mulyani melaporkan APBN sepanjang 2024 mengalami defisit mencapai Rp507,8 triliun atau 2,29 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Kementerian Keuangan (Kemenkeu) akhirnya akan merilis laporan kinerja Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) besok, Rabu (13/3). Sebelumnya, Kemenkeu absen menggelar konferensi pers untuk memaparkan laporan APBN KiTA Edisi Februari 2025, yang mencakup realisasi APBN Januari.

Bahkan, dokumen APBN KiTA Edisi Februari 2025 sempat muncul di laman resmi Kemenkeu pada pagi ini, namun kini sudah tidak tersedia. Hal serupa terjadi pada APBN KiTA Edisi Maret 2025, yang seharusnya mencakup realisasi anggaran Februari, tetapi hingga saat ini belum dirilis.

Ekonom Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda menilai pemerintah berusaha menutup-nutupi data penerimaan pajak yang mengalami penurunan signifikan."Kalau saya pribadi benar, penerimaan pajak di Januari 2025 turun hingga 41%," ujar Huda kepada Katadata.co.id, Selasa (12/3).

Menurutnya, salah satu penyebab utama adalah permasalahan dalam sistem Coretax, yang menghambat perputaran uang dan memperlambat transaksi ekonomi. Hal ini menyebabkan pengusaha enggan bertransaksi, sehingga penerimaan pajak ikut tertekan. "Dampaknya pasti ke defisit APBN yang semakin meningkat," ujarnya. 

Huda juga menyoroti bahwa kondisi ini berbahaya bagi pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, karena program-programnya membutuhkan anggaran besar.

"Jika defisit APBN melebihi 3% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), pemerintah bisa menghadapi risiko impeachment atau pemberhentian," ujarnya.

Defisit APBN Semakin Melebar

Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet memproyeksikan defisit APBN pada Februari 2025 akan semakin melebar dibanding bulan sebelumnya.

Defisit anggaran pada Januari 2025 tercatat Rp 23,5 triliun atau 0,10% dari PDB. Posisi ini berbanding terbalik dengan Januari 2024, ketika APBN mencatat surplus Rp35,1 triliun atau 0,16% dari PDB.

"Jika kita perhatikan, beberapa faktor seperti turunnya harga komoditas serta rendahnya aktivitas konsumsi rumah tangga yang berkontribusi terhadap perpajakan menjadi penyebab utama tekanan pada penerimaan negara di Februari," kata Yusuf.

Selain itu, ia mencatat bahwa beberapa kementerian dan lembaga mungkin masih melakukan penyesuaian anggaran sebagai respons terhadap instruksi Presiden Prabowo untuk melakukan penghematan. Ditambah lagi, gangguan dalam sistem Coretax sejak awal tahun turut memperburuk situasi.

"Coretax ini sangat menentukan karena digunakan untuk pelaporan beberapa pos pajak yang penting, terutama Pajak Pertambahan Nilai (PPN)," katanya.

APBN Terancam Defisit Terdalam dalam Dua Dekade

Ekonom dan pakar kebijakan publik UPN Veteran Jakarta Achmad Nur Hidayat juga memperkirakan kinerja APBN Februari masih akan tertekan, bahkan lebih buruk dibanding Januari 2025.

"Coretax belum sepenuhnya pulih berdasarkan berbagai laporan lapangan hingga awal Maret 2025," ujarnya.

Dengan penerimaan pajak Januari yang hanya mencapai Rp 88,89 triliun, Hidayat pesimistis bahwa Februari mampu mengejar backlog pajak yang tertunda, apalagi untuk memenuhi target bulanan.

"Jika Februari kembali seret, maka dua bulan pertama 2025 akan menjadi rekor penerimaan pajak terburuk dalam dua dekade terakhir, menandai awal defisit kas negara yang dalam," ucapnya.

Reporter: Rahayu Subekti

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...