Penerimaan Pajak Anjlok, Pemerintah Disarankan Buat APBN Perubahan

Ringkasan
- Pasangan Anies-Muhaimin didukung oleh 125 jenderal pensiunan yang memberikan masukan materi untuk debat ketiga Pilpres 2024.
- Anies dipercaya mampu menjawab pertanyaan saat debat dan memiliki keunggulan soal topik pertahanan, termasuk pengurangan ketergantungan impor persenjataan dan kesejahteraan prajurit.
- Selain pertahanan, Anies juga akan menekankan pentingnya soft power dalam memperkuat peran Indonesia tanpa mengandalkan kekuatan persenjataan semata.

Kementerian Keuangan mencatat, penerimaan pajak pada Februari 2025 anjlok 30,19% dibandingkan periode yang sama tahun lalu menjadi Rp 187,8 triliun. Ekonom pun menilai pemerintah perlumembuat anggaran pendapatan dan belanja negara perubahan atau APNB.
“Revisi target saja tidak memadai, karena postur APBN 2025 tidak lagi relevan menggambarkan kondisi riil perekonomian. Perlu dipertimbangkan untuk mengeluarkan APBN perubahan,” ujar Ekonom Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin kepada Katadata.co.id, Jumat (14/3).
Realisasi pendapatan negara secara keseluruhan tahun hingga akhir Februari 2025 baru mencapai Rp 316,9 triliun, turun 20,8% dibandingkan periode yang sama tahun lalu Rp 400,36 triliun. Penerimaan perpajakan yang mendominasi penerimana negara, turun dari Rp 320,6 triliun menjadi Rp 240,4 triliun.
Wijayanto menilai, turunnya penerimaan ini menimbulkan sejumlah risiko sehingga pemerintah perlu menyusun APBN perubahan.
Target Penerimaan APBN 2025 Terancam Tak Tercapai
Wijayanto mengatakan, target penerimaan negara pada tahun ini yang mencapai Rp 3.005 triliun berpotensi tak tercapai. Kondisi ekonomi saat ini kemungkinan tak menunjang target itu.
“Target penerimaan APBN Rp 3.005 triliun ini berpotensi tidak tercapai akibat pelemahan daya beli, perlambatan bisnis, dan penurunan harga komoditas global,” ucap Wijayanto.
Di sisi lain, pemerintah memiliki agenda besar yang menyebabkan pemborosan anggaran, seperti program makan bergizi gratis alias MBG, tiga juta rumah per tahun, Ibu Kota Negara, hingga Danantara.
Kondisi ini, menurut dia, dapat mendorong defisit APBN melebihi target 2,53% dan berpotensi mendekati 3% atau bahkan melampaui. “Jika ini terjadi, risiko fiskal kita melejit, rupiah tertekan, IHSG memerah, dan menjual SBN semakin sulit,” kata Wijayanto.
Revisi Outlook dan Target
Center of Economic and Law Studies (Celios) juga menyoroti kinerja penerimaan negara pada awal tahun ini. Direktur Ekonomi Celios,Nailul Huda menilai, pemerintah berpotensi merevisi target penerimaan negara pada tahun ini. Namun, revisi target, akan berdampak pada pos anggaran lainnya.
“Jika merevisi target penerimaan, maka akan merevisi rencana belanja dan pembiayaannya,” kata Huda.
Untuk itu, Huda menilai Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati kemungkinan hanya akan memberikan gambaran outlook yang berbeda dari target-target di APBN.
“Nanti di awal semester II akan muncul outlook-nya,” ujar Huda.
Direktur Eksekutif Celios Bhima Yudhistira juga menilai perlunya pemerintah merevisi target APBN. Bhima mengatakan penyesuaian bisa dilakukan dari Rp 3.005,1 menjadi Rp 2.404 triliun hingga Rp 2.504 triliun.
“Secara moderat mendekati capaian batas bawah atau terjadi penurunan 25% dibanding tahun sebelumnya,” kata Bhima.
Menuut dia, asumsi harga minyak, batubara, dan komoditas olahan nikel yang rendah juga perlu menjadi pertimbangan. Tren rendahnya harga komoditas tersebut akan berlangsung panjang.