Dolar AS Tembus Rp 16.500, Apa yang Membuat Rupiah Terus Tertekan?

Ringkasan
- PDIP belum memutuskan posisi dalam pemerintahan baru karena proses rekapitulasi suara KPU masih berlangsung.
- PDIP tengah mengumpulkan bukti dugaan pelanggaran Pemilu 2024 dan menunggu rekomendasi dari tim khusus yang dipimpin oleh Ganjar Pranowo dan Mahfud MD terkait hak angket.
- Tim khusus tersebut telah menemukan dugaan kecurangan, salah satunya terkait Sistem Informasi Rekapitulasi Elektronik (Sirekap) KPU, dan tengah melakukan kajian lebih lanjut untuk menentukan strategi dan kemungkinan penggunaan hak angket.

Nilai tukar rupiah terus tertekan hingga menembus level 16.500 per dolar AS pada akhir pekan lalu. Kurs rupiah bahkan semakin mendekati level 16.600 pada perdagangan awal pekan ini, Senin (24/3). Apa sebenarnya yang terjadi?
Analis Doo Finansial Futures Lukman Leong menjelaskan, banyak faktor yang menyebabkan rupiah terus tertekan, mulai dari kebijakan tarif Presiden AS, Donald Trump hingga pelemahan ekonomi global.
“Faktor-faktor yang berkelanjutan adalah kekhawatiran tarif Trump, kekuatiran resesi di AS, dan pelemahan ekonomi global,” kata Lukman kepada Katadata.co.id, Senin (24/3).
Dia menjelaskan, situasi geopolitik di Timur Tengah dan perang di Ukraina juga memberikan tekanan. Lukman menegaskan, faktor-faktor ini memengaruhi sentimen investor pada mata uang di negara berkembang dan dolar AS.
Selain itu, menurut Senior Economist KB Valbury Sekuritas Fikri C Permana, ada faktor dampak sikap The Federal Reserve alias The Fed. Pasar kini masih membaca arah kebijakan The Fed ke depan.
“Dari global sepertinya lebih didorong oleh kehati-harian The Fed sebelum akan menurunkan Fed Funds Rate,” ujar Fikri.
Adapun Pengamat pasar uang, Ariston Tjendra menilai pelemahan nilai tukar tidak hanya dirasakan Indonesia saja. Ariston mengatakan, dolar AS memang berada dalam level tinggi dan menyebabkan nilai tukar rupiah di sejumlah negara berkembang terus tertekan.
“Pelemahannya merata di nilai tukar emerging lainnya. Jadi kemungkinan isu eksternal yang mendominasi,” ucap Ariston.
Kondisi Fiskal RI hingga Deflasi
Para analis juga melihat banyak faktor domestik yang mempengaruhi pergerakan nilai tukar rupiah. Kondisi fiskal hingga ekonomi Indonesia yang sempat mengalami deflasi beruntun memberikan kekhawatiran tersendiri bagi pelaku pasar.
“Kekhawatiran investor akan posisi fiskal pemerintah yang dimana terjadi defisit pada dua bulan pertama hingga pelemahan ekonomi menjadi beberapa faktor domestik,” kata Lukman.
Tak hanya itu pembentukan Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara atau BPI Danantara juga memberikan sentimen terhadap rupiah. Begitu juga dengan polemik revisi Undang-undang TNI.
Begitu juga dengan penurunan rating saham oleh Morgan Stanley dan rating obligasi pemerintah. “Ini menyebabkan sell off di pasar ekuitas dan aliran modal asing keluar,” ujar Lukman.
Di sisi lain, Fikri juga menyoroti cara berkomunikasi dari pemerintah. Fikri menilai, ini memberikan dampak tersendiri kepada nilai tukar rupiah.
“Komunikasi pemerintah ini mendorong sentimen sell off di pasar keuangan,” kata Fikri.
Ariston pun melihat gonjang ganjing kondisi ekonomi di Indonesia juga mempengaruhi pergerakan rupiah, Khususnya mengenai daya beli masyarakat yang juga masih tertekan.
“Gonjang ganjing dalam negeri soal penurunan daya beli, lalu juga deflasi, dan menyoal kemampuan untuk mencapai target pertumbuhan 8%. Ini jadi faktor yang mempengaruhi pasar saat ini,” ujar Ariston.