Apakah Rontoknya IHSG Bisa Memicu Krisis Ekonomi?

Ringkasan
- Shalat tarawih adalah salah satu bentuk ibadah untuk menghidupkan bulan Ramadhan pada malam hari, memiliki keutamaan pengampunan dosa.
- Shalat tarawih dilakukan setelah shalat Isya' dan sebelum shalat witir pada bulan Ramadhan, bersifat sunnah bagi laki-laki dan perempuan.
- Para ulama berbeda pendapat mengenai dosa yang diampuni oleh shalat tarawih, ada yang berpendapat dosa kecil saja dan ada yang berpendapat seluruh dosa.

Indeks Harga Saham Gabungan sempat anjlok hingga menyentuh level di bawah 6.000 pada perdagangan kemarin, Senin (24/3), titik terendah sejak krisis pandemi Covid-19. Hampir mengulang kondisi pekan lalu yang membuat Bursa Efek Indonesia menghentikan sementara perdagangan karena indeks turun lebih dari 5%.
Rontoknya pasar saham pada pekan lalu sempat menjadi guyonan Presiden Prabowo Subianto. Ia menyebut guncangan pasar saham hanya dialami segelintir orang. Sembari bercanda, Prabowo menyebut hanya beberapa menteri yang terlihat stress melihat penurunan IHSG.
"Saya lihat yang stres harga saham turun hanya beberapa orang di antara kalian. Maruarar? siapa lagi, Trenggono?" kata Prabowo saat memberikan arahan sidang kabinet paripurna di Istana Merdeka Jakarta, akhir pekan lalu.
Respons yang berbeda diambil pemerintah pada awal pekan ini, Senin (24/3). Pihak Istana melalui Kantor Komunikasi Kepresidenan mengundang para ekonom dan analis pasar modal. Deputi II Bidang Diseminasi dan Media Informasi PCO Noudhy Valdryno menjelaskan, agenda pertemuan PCO dengan para analis pasar dan ekonom bertujuan untuk memperkuat komunikasi antara pemerintah dan pelaku pasar.
"Kami diskusi sama analis dan ekonom terkait kebijakan dan outlook ekonomi Indonesia ke depannya," kata Noudhy usai pertemuan.
Rontoknya IHSG membangkitkan kembali ingatan terhadap krisis ekonomi pandemi Covid-19 hingga 1998. Namun, mungkinkah jatuhnya IHSG dapat merembet hingga memicu krisis ekonomi yang lebih luas?
Ekonom sekaligus Staf Khusus Menteri Keuangan 2020–2024, Masyita Crystallin melihat, penurunan IHSG saat ini tidak akan menjalar pada krisis keuangan yang lebih luas. Ini terutama karena kepemilikan asing di pasar keuangan Indonesia, baik saham maupun obligasi sudah jauh berkurang sejak era pandemi Covid-19.
Menurut dia, volatilitas di pasar keuangan akibat keluar-masuknya investor asing sudah tidak sebesar lima tahun yang lalu. Banyak investor asing keluar sejak pandemi dan belum sepenuhnya kembali. Di satu sisi, ini bisa dianggap sebagai "blessing in disguise" karena membuat pasar domestik lebih stabil," ujar Masyita dalam Katadata Podcast Ekonom Bicara: Market Crash dan Hantu Krisis Ekonomi 1998.
Namun, Masyita mengingatkan, penurunan IHSG dapat dilihat sebagai gejala dari masalah yang timbul perekonomian. Yang perlu menjadi perhatian utama bukan fluktuasi di pasar saham itu sendiri, tetapi misaknya, apakah kebijakan ekonomi pemerintah tetap konsisten," kata dia.
Jauh Berbeda dari Krisis 1998
Ia menegaskan, kondisi ekonomi Indonesia saat ini sudah jauh berbeda dibandingkan era-era krisis sebelumnya terutama pada 1998. Indonesia telah mengambil langkah-langkah penting untuk menghindari krisis serupa dengan mereformasi ekonomi, Ia mencontohkan, kebijakan batas defisit fiskal pada Undang-Undang Keuangan Negara yang disahkan pada 2004. Reformasi di sektor perbankan juga membuat perbankan Indonesia jauh lebih sehat dibanding era sebelum krisis.
"Poin yang ingin saya tekankan adalah meskipun kebijakan pemerintah selalu berkembang, sebaiknya jangan sampai mundur ke arah kebijakan yang telah direformasi sebelumnya," kata dia.
Expert panel Katadata Insight Center, Gundy Cahyadi melihat ada kecenderungan masyarakat mempersepsikan guncangan di pasar saham seperti akan kembali menghadapi krisis moneter 1998. Padahal, menurut dia, kondisi ekonomi Indonesia saat ini sangat jauh berbeda dengan era-era krisis sebelumnya, termasuk pada 1998.
"Salah satu yang paling penting yang tidak begitu dimengerti publik adalah kenyataan bahwa pada krisis 1997-1998, hampir semua utang kita diterbitkan dalam dolar AS dan krisis saat itu asal usulnya dari mata uang," ujar dia.
Ia pun menekankan, kondisi utang Indonesia saat ini sangat berbeda. Sekitar 80% utang pemerintah saat ini berdenominasi rupiah. Hal tersebut, menurut dia, adalah faktor krusial yang perlu dipahami oleh publik agar tidak muncul kekhawatiran berlebihan terhadap kondisi ekonomi.
"Karena itu, sebaiknya tidak serta-merta panik setiap kali IHSG mengalami penurunan signifikan, misalnya 5%, 10%, atau bahkan 12% dalam beberapa bulan terakhir. Secara fundamental, kondisi ekonomi Indonesia masih jauh lebih baik dibandingkan krisis 1997-1998," ujar dia.
Ketidakjelasan Kebijakan yang Memicu Kekhawatiran
Meski fundamental ekonomi cukup baik, Gundi melihat ada isu tentang kejelasan kebijakan ekonomi pemerintah yang baru menjadi kekhawatiran investor, baik domestik maupun asing. Dalam beberapa waktu terakhir, menurut dia, pasar sempat terpengaruh oleh rumor mengenai reshuffle kabinet, khususnya terkait posisi Menteri Keuangan.
"Spekulasi ini menimbulkan ketidakpastian karena investor melihat Menteri Keuangan sebagai tokoh kunci dalam menjaga stabilitas kebijakan ekonomi," kata Gundy.
Ekonom Bank Permata Josua Pardede juga melihat, kekhawatiran investor terhadap ketidakpastian kebijakan pemerintah. “Beberapa kebijakan yang sudah di-sounding bahkan diluncurkan, dibatalkan, atau ditunda. Tentu ini memberikan ketidakpastian di kalangan investor asing,” kata Josua.
Komunikasi kebijakan ekonomi pemerintah yang juga kurang terkoordinasi dengan baik, menurut Masyita, juga membuat keresahan di resah. Akibatnya, pasar bergejolak. Hal ini terindikasi pada aliran keluar modal asing atau capital outflow yang tinggi.
“Salah satu yang disebut adalah ketidakpastian komunikasi mengenai Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara. Itu menjadi sentimen yang cukup negatif,” kata Masyita.