Perang Dagang AS-Cina di Ujung Tanduk, Siapa yang akan Terluka Paling Parah?

Agustiyanti
14 April 2025, 15:50
perang dagang, as, cina, trump, xi jinping
123RF.com/Nuthawut Somsuk
Perang dagang yang semakin memanas antara Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok membayangi prospek pertumbuhan ekonomi global.
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Presiden Amerika Serikat Donald Trump menghadapi minggu penuh gejolak dalam perang dagangnya dan menghadapi kebutuhan mendesak untuk meredakan bentrokan yang ia picu dengan Tiongkok sebelum menimbulkan kerusakan yang dalam pada ekonomi AS.

Presiden Tiongkok Xi Jinping sejauh ini menolak tekanan AS untuk menghubungi mitranya dari Amerika guna mencari “kesepakatan” setelah Amerika Serikat mengenakan tarif sebesar 145% kepada pesaing adidayanya, yang memicu konfrontasi langsung yang telah lama ditakutkan.

Hal ini membuat Trump berulang kali meyakinkan rakyat Amerika bahwa "hubungan baiknya" dengan pemimpin Tiongkok akan mencegah krisis, tetapi tidak mampu memulai perundingan dalam kebuntuan yang berisiko menjatuhkan pasar saham lagi dan menimbulkan kesulitan nyata bagi rakyat Amerika.

Mengutip CNN, Trump berpura-pura menikmati beberapa pertarungan dagang yang telah ia mulai meski ada banyak ketidakpastian. Ias mendapatkan tepuk tangan meriah saat duduk di sisi ring pada acara seni bela diri campuran UFC di Florida pada Sabtu (12/4 malam. Trump yang menganggap dirinya sebagai pejuang politik ulung, mengatakan bahwa sambutan itu menunjukkan bahwa pemerintahannya melakukan pekerjaan dengan baik.

Namun konflik antara AS dengan Cina adalah pertarungan dengan taruhan besar.

Seberapa besar dampak perang dagang AS dan Cina?

Kebuntuan ini sangat serius karena ekonomi AS dan Cina saling terkait erat. AS bergantung pada Cina untuk barang elektronik konsumen, mineral tanah jarang yang digunakan dalam pembuatan kendaraan listrik dan untuk aplikasi militer dan robotika, obat-obatan yang dibutuhkan menyelamatkan nyawa, dan kebutuhan pokok sehari-hari yang lebih mendasar termasuk pakaian dan sepatu.

Ekspor produk pertanian AS seperti kacang kedelai dan sorgum ke Cina sangat penting bagi penghidupan petani Amerika, tetapi tarif yang dikenakan oleh kedua belah pihak sangat mahal sehingga perdagangan dapat terhenti total.

Kedua belah pihak akan sangat menderita akibat perang dagang besar-besaran, dan konsumen AS bisa terkena dampak kekurangan dan melonjaknya harga. Namun, beberapa pakar yakin bahwa Cina, yang berpegang teguh pada sistem pemerintahan otoriternya, akan bersedia memberikan lebih banyak penderitaan kepada rakyatnya demi menghindari kekalahan dalam apa yang dapat menjadi perjuangan menentukan dengan AS.

Kemampuan Trump untuk melakukan permainan perang dagang dalam jangka panjang dipertanyakan, ketika ia tiba-tiba menunda kebijakan tarif timbal balik pada puluhan negara pada pekan lalu selama 90 hari setelah aksi jual pasar obligasi mulai mengisyaratkan krisis keuangan yang sedang berkembang. 

Dan dalam upayanya meredakan satu situasi sulit, Trump memperburuk situasi sulit lainnya melalui serangkan ke Cina  sebesar 145%. Saat kekacauan bertambah parah, Gedung Putih menambah kebingungan pada Jumat malam (12/4) dengan membebaskan impor telepon pintar dan komputer buatan Cina dari tarif tertinggi, yang menjadi pengakuan nyata bahwa pungutan selangit pada barang-barang tersebut dapat memukul industri teknologi dan konsumen AS.

Namun pada Minggu (13/4), pemerintah bersikeras bahwa produk-produk tersebut akan tetap dikenakan tarif baru pada tingkat yang lebih rendah dalam beberapa minggu mendatang. Hal ini menimbulkan pertanyaan lebih lanjut tentang sikapnya yang tampaknya tidak direncanakan dan spontan, yang telah berulang kali membuat pasar takut.

“Tidak ada seorang pun yang bisa lepas dari tanggung jawab atas Neraca Perdagangan yang tidak adil, dan Hambatan Tarif Non Moneter, yang telah digunakan oleh Negara lain terhadap kita, terutama Tiongkok yang sejauh ini memperlakukan kita dengan paling buruk!” ujar Trump pada Minggu (13/4) di Truth Social.

Ia menegaskan, tidak ada 'pengecualian' tarif yang diumumkan pada Jumat (12/4). Menurut dia, produk-produk ini tunduk pada tarif Fentanil 20% yang berlaku saat ini, dan hanya pindah ke 'kelompok' tarif yang berbeda.

Kebingungan dari Pesan Pemerintah AS

Seperti yang telah dilakukannya beberapa kali, pemerintahan bersikeras bahwa tindakannya yang tiba-tiba dan pesan yang tidak konsisten merupakan bagian dari rencana mereka selama ini.

"Ini adalah contoh hebat lainnya tentang bagaimana Presiden Trump memiliki rencana terperinci sejak awal yang dijalankan persis seperti yang diarahkan," kata wakil kepala staf Gedung Putih Stephen Miller di acara "Sunday Morning Futures" di Fox News.

Ia menjelaskan, pemikiran pemerintah bahwa barang-barang tersebut vital bagi keamanan nasional AS dan karenanya diperlukan perlakuan berbeda untuk “mentransfer kembali” pabrik-pabrik yang memproduksi barang-barang tersebut.

Pemerintah berkeras bahwa strateginya berhasil, dengan alasan bahwa sejumlah negara yang termasuk dalam tarif timbal balik yang sekarang dihentikan sementara telah bergegas menawarkan kesepakatan yang mengejutkan kepada Trump untuk menghindari tekanan.

Gedung Putih kini menerapkan logika serupa terhadap Cina dan bertaruh bahwa kekuatan ekonomi AS akan memaksa Xi untuk menawarkan konsesi atas keluhan yang sudah lama ada. Keluhan-keluhan ini mencakup kekhawatiran atas akses pasar, pencurian kekayaan intelektual, dan ketidakseimbangan perdagangan yang besar, yang menurut Trump merupakan bukti Beijing menipu Washington.

"Ini seperti sistem dua dunia. Ada proses tentang Cina, dan itu masih sangat, sangat baru... dan kemudian proses itu terjadi pada semua negara lain," kata Kevin Hassett, direktur Dewan Ekonomi Nasional Gedung Putih kepada CNN.

Kompleksitas Hubungan Amerika dan Cina

Pendekatan Trump dinilai berisiko, dan mungkin gagal memperhitungkan kompleksitas hubungan AS-Cina dan dinamika politik di Beijing. Xi Jinping berupaya untuk mengubah negaranya menjadi kekuatan besar yang dominan untuk melawan kesombongan AS dan kekuatan Barat lainnya yang secara historis mengadopsi kebijakan bergaya kolonial untuk menekan pengaruh kepada Cina.

Kondisi ini membuat kemungkinan Xi mengerah pada apa yang dianggap Cina sebagai intimidasi AS menjadi hampir mustahil. 

Pemerintah AS pun dinilai telah mengabaikan peringatan bahwa Cina dapat menyakiti AS sama buruknya seperti yang dapat dilakukan Washington. "Mereka bermain dengan sepasang angka dua," kata Menteri Keuangan Scott Bessent minggu lalu di CNBC.

Ia khawatir karena AS hanya mengekspor seperlima dari total nilai barang yang dikirim Beijing ke AS, ekonominya akan menjadi lebih buruk dalam perang dagang yang saling balas.

Namun jika Trump berhasil mengubah hubungan perdagangan AS dengan Cina, ia akan mengklaim pencapaian signifikan dalam era baru hubungan Washington dengan Beijing. Selama bertahun-tahun, presiden kedua partai beralasan bahwa dengan meliberalisasi ekonomi Cina yang sebelumnya dikendalikan, AS dapat mengantar pesaingnya ke sistem perdagangan berbasis aturan global dan mendorong reformasi politik di dalam negeri.

Namun perhitungan itu mulai berubah pada akhir pemerintahan Obama, dan pemerintahan nasionalistis Xi mempertajam pertikaian ekonomi dan geopolitik antara kedua belah pihak.

Ada tanda-tanda yang berkembang bahwa pengelolaan ekonomi yang kacau oleh Trump sedang menekan posisi politikny.

Jajak pendapat CBS baru-baru ini menunjukkan bahwa tingkat dukungan terhadap presiden atas penanganannya terhadap ekonomi dan inflasi telah menurun. Sekitar 44% responden menyetujui dan 56% tidak menyetujui kinerja ekonominya, sedangkan hanya 40% yang menyetujui dan 60% tidak menyetujui penanganannya terhadap inflasi. Sekitar 75% memperkirakan setidaknya kenaikan harga jangka pendek akibat tarif, sementara 48% memperkirakan kenaikan jangka panjang.

Ini adalah angka yang tidak menentu mengingat dampak riil tarif belum dirasakan oleh konsumen dalam hal kenaikan harga. Taruhan Trump dalam perang dagang ini pun menjadi sangat berbahaya mengingat janjinya untuk menurunkan biaya makanan dan perumahan menjadi inti kemenangannya atas Wakil Presiden Demokrat Kamala Harris November lalu.

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview

Cek juga data ini

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...