Airlangga Sebut Pasar Mangga Dua Tak Jadi Bahasan dalam Negosiasi Tarif AS

Muhamad Fajar Riyandanu
28 April 2025, 20:29
airlangga, ustr, amerika, tarif
ANTARA FOTO/Bayu Pratama S/tom.
Menko Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, perbincangan negosiasi tahap awal dengan AS lebih banyak membahas persoalan hambatan perdagangan non-tarif seperti Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI)
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto menyampaikan, tidak ada pembahasan khusus mengenai Pasar Mangga Dua, Jakarta Utara dalam proses awal negosiasi tarif impor resiprokal dengan Amerika Serikat. Kantor Perwakilan Dagang AS  atau USTR dalam laporannya menyebut Pasar Mangga Dua dan beberapa platform e-commerce menjual produk bajakan.

“Dalam perundingan itu Pasar Mangga Dua tidak dibahas,” kata Airlangga dalam konferensi pers di Istana Merdeka Jakarta pada Senin (28/4).

Selama masa kunjungan ke AS selama 12 hari, Tim Negosiasi bertemu dengan USTR, Menteri Perdagangan AS Howard Lutnick, Menteri Keuangan Scott Bessent.

Tim Negosiasi juga menyempatkan diri untuk bertemu dengan Semiconductor Industry Association, US-ASEAN Business Council, hingga sejumlah perusahaan seperti Amazon, Boeing, Microsoft dan Google.

Airlangga mengatakan, perbincangan negosiasi tahap awal itu lebih banyak membahas persoalan hambatan perdagangan non-tarif seperti Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI). “Jadi tentu kita lihat yang non tariff barriers seperti apa pasti ada unsur HaKI, tapi tak spesifik bahas mangga dua,” ujarnya.

Kawasan Mangga Dua sebelumnya menjadi sorotan setelah masuk dalam laporan Notorious Markets yang diterbitkan oleh USTR tahun 2025. Dalam laporan tersebut, Mangga Dua disebut sebagai salah satu pusat peredaran barang-barang bajakan dan ilegal. AS menyebut, peredaran barang-barang bajakan menghambat perdagangan internasional.

Meskipun Indonesia telah mengambil langkah-langkah untuk meningkatkan perlindungan kekayaan intelektual, USTR masih menilai pembajakan hak cipta dan pemalsuan merek dagang yang meluas menjadi masalah yang signifikan.

USTR menyoroti bahwa  kurangnya penegakan hukum di pasar fisik dan daring tetap menjadi tantangan utama meskipun Indonesia melakukan upaya penguatan penegakan hukum kekayaan intelektual (HaKI). Mereka mendorong Indonesia untuk lebih memanfaatkan gugus tugas penegakan hukum HKI dan memperkuat kerjasama antarlembaga untuk melindungi hak cipta secara lebih efektif.

AS juga mengkritisi perubahan dalam Undang-Undang Paten tahun 2016 melalui Undang-Undang Cipta Kerja, yang memungkinkan pemenuhan persyaratan paten melalui impor atau lisensi. Perubahan ini dinilai berpotensi melemahkan perlindungan atas hak paten secara komersial.

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview
Reporter: Muhamad Fajar Riyandanu
Editor: Agustiyanti

Cek juga data ini

Artikel Terkait

Video Pilihan