BPS Buka Suara soal 60% Penduduk RI Miskin Versi Bank Dunia, Mengapa Beda Data?

Muhamad Fajar Riyandanu
30 April 2025, 20:57
bps, bank dunia, kemiskinan, penduduk miskin
ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/nz
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Amalia menjelaskan perbedaan data kemiskinan yang dihitung BPS dan Bank Dunia.
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Badan Pusat Statistik buka suara soal laporan Bank Dunia yang mencatat 60,3% penduduk Indonesia masuk dalam kategori miskin pada 2024. Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti menilai, standar yang digunakan pada perhitungan angka kemiskinan itu tidak sesuai dengan realitas di Indonesia. 

Berdasarkan laporan Macro Poverty Outlook yang dirilis Bank Dunia April 2027, jumlah penduduk miskin di Indonesia mencapai 60,3% atau setara 172 juta penduduk jika menggunakan standar negara berpendapatan menengah atas. Bank Dunia saat ini mengkategorikan Indonesia sebagai negara berpendapatan menengah atas mengacu data pendapatan nasional per kapita sebesar US$ 4.810. 

"Indonesia saat ini di US$ 4,800. Tidak bisa menggunakan median negara-negara berpendapatan menengah atas sebagai standar perhitungan kemiskinan," ujar Amalia ditemui di Istana Negara, Rabu (30/4). 

Dalam klasifikasi yang dibuat Bank Dunia pada 2024, negara kelompok menengah atas memiliki pendapatan nasional per kapita US$ 4.516 hingga US$ 14.005.  Adapun Bank Dunia mematok ambang batas kemiskinan kelompok negara berpendapatan menengah atas dengan pengeluaran per kapita US$ 6,85 sesuai paritas daya beli atau purchasing power parity (PPP), setara Rp 32 ribu per hari atau Rp 960 ribu per bulan. 

PPP atau paritas daya beli mengukur nilai tukar yang seharusnya antara dua mata uang agar memungkinkan seseorang membeli keranjang barang dan jasa yang sama dengan harga yang sama di kedua negara. Berdasarkan laporan World Economic Outlook Bank Dunia April 2025, US$ 1 PPP setara dengan Rp 4.720,37 pada 2025.

Adapun jika menggunakan ambang batas garis kemiskinan kelompok negara berpendapatan menengah bawah, yakni pengeluaran US$ 3,65 ppp atau Rp 17 ribu per hari atau Rp 510 ribu per bulan, jumlah orang miskin di Indonesia mencapai 44,3 juta atau 15,6%. Angka ini juga masih jauh lebih tinggi dibandingkan perhitungan BPS hingga September 2024 yang mencapai 24,06 juta orang atau hanya 8,57% penduduk. 

Menurut Amalia, setiap negara memiliki standar perhitungan yang berbeda. Namun, perhitungan kemiskinan yang digunakan Bank Dunia berdasarkan kelompok negara tetap dapat digunakan sebagai referensi dalam menurunkan tingkat kemiskinan. 

"Sebenarnya yang paling penting bukan angka atau levelnya, tapi seberapa cepat kita menurunkan angka kemiskinan," ujar dia. 

Ia menjelaskan, BPS saat ini mendefinisikan garis kemiskinan berdasarkan pengeluaran yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan dasar.  Garis kemiskinan yang ditetapkan BPS pada September 2024 sebesar Rp 595.242 per kapita/bulan. 

Menurut Amalia, BPS memperhitungkan antara perbedaan standar hidup setiap daerah dalam memperhitungkan garis kemiskinan. Namun, pihaknya juga tetap menggunakan acuan Bank Dunia dalam  kemiskinan ekstrem, yakni pengeluaran per kapita US$ 2.15 mengacu PPP 2017 per hari.

Berdasarkan hitungan BPS, US$ 2.15 PPP setara dengan Rp 12.860/hari atau Rp 391.174/bulan per kapita. Dengan hitungan tersebut, jumlah penduduk miskin ekstrem di Indonesia mengacu data September 2024 mencapai 3,17 juta orang.

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview
Reporter: Muhamad Fajar Riyandanu
Editor: Agustiyanti

Cek juga data ini

Artikel Terkait

Video Pilihan