Efek Perang Dagang: Ekspor Cina ke AS Turun 21%, Melonjak ke India dan ASEAN


Kinerja ekspor Cina meningkat lebih dari perkiraan pada April 2025. Kondisi ini terjadi di tengah perang dagang setelah Presiden Donald Trump menargetkan barang-barang dari Negeri Panda dengan tarif di atas 100%.
Menurut data administrasi bea cukai Tiongkok, Jumat (9/5), pengiriman barang ke AS turun 21% dari tahun sebelumnya. Namun, Bloomberg menuliskan, banyak perusahaan dari negara tersebut meningkatkan penjualan ke pasar lain untuk mengurangi penurunan tersebut.
Penjualan barang produk Cina naik 8,1%. Angka ini jauh lebih besar dari perkiraan ekonomi tapi turun dari kenaikan lebih 12% pada Maret 2025. Pengiriman terbesar adalah ke India dan 10 negara di Asia Tenggara alias ASEAN dengan lonjakan lebih 20% dari 2024. Lalu, ekspor ke Uni Eropa naik 8%.
Untuk impor, Cina mengalami penurunan 0,2% atau penurunan bulanan kedua berturut-turut. Dampaknya, Beijing mengalami surplus perdagangan sebesar US$ 96 miliar.
Negosiasi Tarif AS dan Cina
AS dan Tiongkok akan bertemu akhir pekan ini untuk membahas perdagangan kedua belah pihak. Esok hari, Menteri Keuangan AS Scott Bessent dan timnya akan memulai pertemuan dengan delegasi yang dipimpin oleh Wakil Perdana Menteri Tiongkok He Lifeng.
"Pembicaraan perdagangan ini dapat membuka jalan menuju deeskalasi tapi masih jauh dari pasti," kata Ekonom Bloomberg Eric Zhu dan David Qu.
Perubahan mendadak kebijakan perdagangan AS dalam beberapa bulan terakhir telah membawa kekacauan pada ekonomi global. Banyak negara, termasuk Indonesia, berjuang untuk menegosiasikan penangguhan tarif impor baru yang diumumkan Presiden Trump pada April lalu.
Volume perdagangan Tiongkok-AS telah turun 30% sampai 40% karena perang dagang yang memanas. Namun, beberapa negara justru mendulang keuntungan dari situasi ini.
Ekspor dari Vietnam dan Taiwan ke Amerika Serikat mencapai rekor tertinggi pada April 2025. Begitu juga pengiriman produk dari Thailand dan Malaysia yang mencetak rekor pada Maret lalu.
Beberapa barang dari negara-negara itu kemungkinan datang secara tidak langsung dari Cina. Contohnya, saat ini banyak perusahaan dari Tiongkok mengalihkan operasinya ke Vietnam untuk menghindari tarif tinggi AS.