DPR Usul Revisi UU PNBP, Apa Saja yang Perlu Diubah?

Rahayu Subekti
9 Mei 2025, 18:37
uu pnbp, penerimaan negara bukan pajak
ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/rwa.
Ilustrasi penerimaan negara bukan pajak atau PNBP.
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat mengusulkan revisi undang-undang tentang penerimaan negara bukan pajak atau PNBP. Hal ini menyusul dividen BUMN sudah tidak lagi masuk ke kas negara dan beberapa sumber daya alam (SDA) yang belum terdeteksi. 

Ekonom Departemen Ekonomi Universitas Andalas Syafruddin Karimi berpendapat saat ini masih ada yang perlu dioptimalkan dari pemungutan PNBP sehingga aturannya perlu diubah. “Pemerintah perlu merevisi UU PNBP dengan menegaskan definisi, kewajiban, dan mekanisme pelaporan seluruh bentuk pemanfaatan aset negara,” katanya kepada Katadata.co.id, Jumat (9/5).

Saat dividen BUMN tidak lagi masuk langsung ke kas negara karena dialihkan ke Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara atau BPI Danantara maka negara kehilangan salah satu sumber PNBP. Terlebih penerimaan negara bukan pajak selama ini menjadi salah satu penopang anggaran pendapatan dan belanja negara alias APBN.

Karena itu, Syafruddin mengatakan, revisi UU PNBP harus memastikan seluruh keuntungan investasi atas aset milik negara termasuk yang dikelola melalui skema sovereign wealth fund, seperti Danantara, wajib dilaporkan dan dibagikan kembali sebagai bagian dari PNBP..

“Minimal dalam bentuk return yang dijamin secara berkala,” ujar Syafruddin.

Banyak Potensi Penerimaan Negara Belum Tercatat

Tak hanya itu, pemerintah juga harus menambahkan klausul yang mengatur pungutan atas pemanfaatan kekayaan negara yang tidak berwujud. Hal ini seperti data digital, spektrum frekuensi, dan karbon.

“Banyak potensi penerimaan negara yang selama ini tidak tercatat hanya karena belum memiliki dasar hukum eksplisit,” kata Syafruddin.

Revisi undang-undang  perlu memperluas objek PNBP agar mencakup semua bentuk nilai ekonomi yang berasal dari hak negara atas sumber daya publik. Dengan langkah ini, pemerintah bisa mengkompensasi hilangnya kontribusi dividen BUMN secara struktural dan menjaga keberlanjutan fiskal.

Berapa Potensi Peningkatan PNBP?

Revisi UU tersebut berpotensi meningkatkan PNBP mencapai puluhan triliun rupiah per tahun. Hal ini bisa didapatkan jika pemerintah merevisi UU PNBP secara komprehensif dan berhasil menata ulang seluruh basis aset negara.

Menurut catatan Badan Pemeriksa Keuangan dan laporan Kementerian Keuangan, Syafruddin mengatakan, banyak sumber daya alam terutama tambang rakyat, kehutanan, dan perikanan yang belum sepenuhnya terdaftar atau terpantau.

“Jika pemerintah membangun sistem pelaporan berbasis geospasial dan memperluas pengawasan lapangan, penerimaan dari royalti dan retribusi bisa meningkat secara signifikan,” ujar Syafruddin.

Selain sektor sumber daya alam, potensi besar juga terdapat pada digitalisasi perizinan frekuensi dan penarikan biaya layanan publik. Dengan mekanisme tarif berbasis nilai manfaat dan efisiensi pelayanan, kementerian dan lembaga bisa meningkatkan kontribusi mereka tanpa membebani masyarakat secara berlebihan.

“Kementerian Komunikasi dan Digital, Kementerian Perhubungan, dan sektor energi berpeluang memberikan tambahan PNBP yang stabil setiap tahun bila mekanisme insentif dan akuntabilitas diperbaiki,” katanya.

Jika potensi ini dikapitalisasi, Syafruddin memperkirakan pemerintah bisa menambah PNBP antara Rp 50 triliun hingga Rp 75 triliun per tahun. Angka ini cukup untuk menopang ketahanan APBN dan mengurangi tekanan terhadap utang.

“Revisi UU PNBP bukan sekadar instrumen administrasi, melainkan peluang strategis untuk membangun disiplin fiskal yang adil dan berkelanjutan,” ujar Syafruddin.

SDA Nonmigas Punya Potensi

Ekonom Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda mengatakan salah satu yang perlu dioptimalkan adalah PNBP dari sisi sumber daya alam nonmigas, khususnya pertambangan. “Padahal, sudah banyak sumber daya alam kita yang dikeruk untuk kepentingan ekonomi para pengusaha,” kata Huda.

Setoran PNBP dari SDA nonmigas masih sangat minim. Terlebih ketika harga komoditas, seperti nikel dan batu bara, melejit. “Pemerintah tidak menikmati secara optimal kenaikan harga tersebut karena minimnya instrumen PNBP untuk SDA nonmigas,” ucap Huda.

Ia menilai, pemerintah perlu melakukan pengawasan ketat setoran penerimaan negara bukan pajak dengan melibatkan kepolisian, pengadilian, dan lembaga lainnya.  “Pengawasan ini perlu didukung dengan peningkatan dari sisi teknologi. Teknologi penerimaan PNBP perlu diterapkan pengawasan secara online dan realtime,” kata Huda.

Dengan begitu,  tidak ada lagi celah untuk mengakali penerimaan PNBP. Termasuk juga untuk pengawasan penerimaan negara melalui badan layanan umum alias BLU.

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview
Reporter: Rahayu Subekti
Editor: Sorta Tobing

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan