Inflasi AS Melandai pada April Meski Ada Perang Dagang Trump


Inflasi Amerika Serikat pada April tercatat sebesar 0,2%, lebih rendah dibandingkan perkiraan para analis sebesar 0,3% di tengah perang tarif yang mulai dikobarkan Presiden Amerika Serikat Donald Trump.
Inflasi ini berbanding terbalik dibandingkan deflasi yang terjadi pada bulan lalu secara bulanan. Adapun secara tahunan, Departemen Tenaga Kerja AS mencatat tingkat inflasi sebesar 2,3%, lebih rendah dibandingkan Maret sebesar 2,4% maupun perkiraan para analis sebesar 2,4%.
Adapun inflasi inti yang tidak mencakup harga makanan dan energi yang bergejolak juga meningkat 0,2% secara bulanan atau 2,8% secara tahunan pada bulan lalu. Sedangkan perkiraannya adalah 0,3% dan 2,8%.
Pembacaan bulanan sedikit lebih tinggi daripada Maret meskipun kenaikan harga masih jauh dari level tertingginya tiga tahun lalu.
Pasar bereaksi sedikit terhadap data inflasi, dengan saham berjangka mengarah datar hingga sedikit lebih rendah dan imbal hasil Treasury beragam.
"Kabar baik tentang inflasi, dan kami membutuhkannya mengingat guncangan inflasi dari tarif sedang berlangsung," kata Robert Frick, ekonom perusahaan di Navy Federal Credit Union.
Menurut dia, barang-barang yang akan dikenakan tarif pada bulan lalu masih dalam proses. Di sisi lain, beberapa importir kemungkinan memilih untuk menyerap biaya tarif mereka.
Harga tempat tinggal kembali menjadi penyebab utama yang mendorong inflasi. Kategori yang menghasilkan sekitar sepertiga dari bobot indeks ini, meningkat 0,3% pada April dan mencakup lebih dari setengah pergerakan secara keseluruhan.
Setelah membukukan penurunan 2,4% pada bulan Maret, harga energi kembali naik sebesar kenaikan 0,7%. Sedangkan makanan turun atau deflasi 0,1%.
Harga kendaraan bekas mengalami penurunan kedua berturut-turut atau deflasi 0,5%, sedangkan harga kendaraan baru tak bergerak. Biaya pakaian juga turun 0,2% meskipun layanan perawatan medis meningkat 0,5%. Asuransi kesehatan naik 0,4%, sedangkan asuransi kendaraan bermotor naik 0,6%.
Harga telur anjlok, turun 12,7% meskipun masih naik 49,3% dari tahun lalu.
Dengan kenaikan CPI, pendapatan per jam rata-rata riil tetap datar untuk bulan tersebut dan naik 1,4% dari tahun lalu.
Meskipun angka CPI April relatif jinak, tarif Trump tetap menjadi faktor yang tidak menentu dalam gambaran inflasi, tergantung pada arah negosiasi antara sekarang dan musim panas.
Trump sebelumnya mengenakan bea masuk 10% pada semua impor AS dan mengatakan bahwa ia bermaksud untuk mengenakan tarif "timbal balik" tambahan pada mitra dagang. Namun, baru-baru ini, Trump telah menarik kebijakannya, dengan perkembangan paling dramatis adalah penangguhan tarif agresif selama 90 hari terhadap Cina dengan negosiasi yang berlangsung antara kedua belah pihak.
Meski ada pelonggaran tarif timbal balik 145% terhadap Cina, para ekonom memperkirakan, angka inflasi dapat kembali meningkat pada bulan-bulan musim panas. Ini karena Trump tetap memberlakukan tarif secara menyeluruh.
"Kami memperkirakan tarif yang lebih tinggi kemungkinan akan memberikan tekanan ke atas pada inflasi inti Mei, tetapi melemahnya permintaan konsumen dan penarikan persediaan dapat mengurangi tekanan inflasi,” kata ekonom Nomura Aichi Amemiya dalam sebuah catatan.
Para pelaku pasar memperkirakan melunaknya sikap Trump akan menyebabkan berkurangnya peluang pemotongan suku bunga tahun ini. Para investor memperkirakan The Federal Reserve akan mulai melonggarkan kebijakan pada Juni, dengan setidaknya tiga pengurangan total pada tahun ini.
Sejak perkembangan di Cina, pelaku pasar tak lagi memperkirakan pemangkasan suku bunga pertama akan terjadi hingga September. The Fed kemungkinan hanya dua kali memangkas suku bunga tahun ini karena bank sentral merasa tekanan untuk mendukung ekonomi berkurang dan inflasi telah bertahan di atas target 2% Fed selama lebih dari empat tahun.
The Fed lebih mengandalkan pengukur inflasi Departemen Perdagangan untuk membuat kebijakan, meskipun CPI masuk dalam indeks tersebut. Adapun AS akan merilis pembacaan April tentang harga produsen pada Kamis (15/5), yang dipandang lebih sebagai indikator utama inflasi.