BPS Tunda Rilis Data Neraca Perdagangan, Siapa yang Paling Kena Dampaknya?


Bulan ini ada yang tidak biasa dari Badan Pusat Statistik. Lazimnya, setiap pertengahan bulan BPS mengumumkan data neraca perdagangan domestik. Tapi pada Mei 2025, hal itu tidak terjadi.
“Dalam rangka meningkatkan kualitas data, BPS akan merilis angka tetap perkembangan ekspor impor di setiap awal bulan,” tulis Biro Humas dan Hukum BPS dikutip Jumat (16/5).
Ini artinya pada awal bulan depan BPS akan menggabungkan rilis data inflasi dengan neraca perdagangan.
Bagaimana Dampak Penundaan Rilis Data Neraca Dagang?
Ekonom Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda mengatakan penundaan rilis data neraca dagang akan merugikan hampir semua pihak yang memanfaatkan data tersebut untuk berbagai kepentingan.
“Ketika ditunda terlampau lama, maka perkiraan kondisi bisnis dan permintaan akan ada lagi. Ini yang menurut saya kerugian ketika data ekspor-impor dilaporkan lebih lama,” kata Huda kepada Katadata.co.id.
Bahkan, kebijakan BPS saat ini berarti membuat data ekspor impor periode April baru bisa dilihat pada awal Juni 2025. Menurut dia, jeda waktu tersebut cukup lama ketika data mentahnya tersedia per bulan melalui Bea dan Cukai.
Huda menduga keputusan BPS dilakukan untuk membagi pemberitaan agar tidak terlalu terekspos. “Jadi memang kebijakan ini menurut saya adalah kebijakan untuk membagi isu,” ujar Huda.
Siapa yang Dirugikan?
Huda menjelaskan ada beberapa pihak yang akan dirugikan dari penundaan rilis data BPS tersebut. “Bukan hanya pemerintah, pemerhati ekonomi, dan pelaku bisnis, tapi pemain pasar modal juga mengamati data ekspor impor dalam menentukan langkah mereka,” katanya.
Bagi pelaku bisnis, Huda menyebut data ekspor dan impor digunakan untuk melihat pangsa pasar secara keseluruhan. Hal ini berkaitan dengan bagaimana pasar bereaksi terhadap kebijakan sebuah negara yang dilihat dari pergerakan ekspor impor.
“Termasuk juga melihat indikasi awal pergerakan harga. Bagi pelaku pasar modal, sinyal positif ataupun negatif bisa disebabkan oleh pergerakan ekspor impor,” ujar Huda.
Ruang Ketidakpastian Investor Makin Tinggi
Ekonom Universitas Andalas Syafruddin Karimi menilai keterlambatan dan penghapusan data sementara yang sebelumnya rutin diumumkan setiap pertengahan bulan menciptakan ruang ketidakpastian yang luas di kalangan investor. Begitu juga bagi pelaku usaha dan analis pasar.
“Ketika negara lain berupaya meningkatkan keterbukaan dan kecepatan informasi ekonomi, Indonesia justru mengambil langkah mundur yang bertentangan dengan prinsip perdagangan modern yang berbasis transparansi dan prediktabilitas,” kata Syafruddin.
Syafruddin menjelaskan, langkah BPS ini bukan sekadar perubahan teknis. Hal ini juga mencerminkan mentalitas birokrasi yang enggan diawasi dan tidak menempatkan kebutuhan pasar sebagai prioritas.
Menurut Syafruddin, data ekspor dan impor yang menjadi fondasi neraca perdagangan serta pertumbuhan ekonomi. “Penundaan ini hanya akan memperkuat persepsi internasional bahwa Indonesia tidak serius membuka diri terhadap integrasi global,” ucapnya.