BI Ungkap Dampak Penurunan Suku Bunga Baru Terasa Setelah 1,5 Tahun


Bank Indonesia (BI) pada bulan ini menurunkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin menjadi 5,50%. Kepala Departemen Kebijakan Makroprudensial BI Solikin M Juhro menjelaskan bahwa dampak penurunan suku bunga acuan terhadap perekonomian Indonesia tidak akan langsung terasa dalam waktu dekat.
“Transmisi suku bunga acuan ke suku bunga kredit sekitar satu tahun, ke ekonomi sekitar satu setengah tahun,” ujar Solikin di Gedung BI, Senin (26/5).
Menurut Solikin, kebijakan penurunan suku bunga acuan terlebih dahulu akan memengaruhi neraca transaksi berjalan dan aliran modal asing yang masuk ke pasar keuangan.
Dengan adanya surplus neraca transaksi berjalan dan modal asing yang masuk, nilai tukar rupiah akan lebih stabil. Baru setelah itu, kebijakan penurunan suku bunga dapat memberikan efek yang lebih efektif terhadap perekonomian Indonesia.
“Dari kondisi makronya, nanti dampak-dampak akhirnya kepada Produk Domestik Bruto (PDB) dan sebagainya itu nanti sekitar di atas satu tahun,” kata Solikin.
Meski demikian, dampak penurunan suku bunga acuan terhadap penyaluran kredit bank akan lebih cepat terasa, yaitu dalam enam bulan. Sedangkan transmisi ke suku bunga pasar uang diperkirakan lebih singkat, sekitar dua hingga tiga bulan.
“Jadi, seperti itu lah. More or less, ini tergantung ke mana,” ujar Solikin.
Penurunan Suku Bunga untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi
Gubernur BI Perry Warjiyo menyampaikan bahwa penurunan suku bunga acuan bertujuan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia, terutama karena inflasi saat ini masih terjaga pada level rendah.
“Akhir tahun ini kami memperkirakan inflasi itu kemungkinan sekitar 2,6%. Jadi ini rendah,” kata Perry dalam konferensi pers, Rabu (21/5).
Perry juga mewaspadai perlambatan pertumbuhan ekonomi yang terjadi pada kuartal pertama 2025, dari 5,02% menjadi 4,87% secara kuartalan. Oleh karena itu, pemerintah perlu mendorong pertumbuhan ekonomi dengan mempertimbangkan inflasi yang rendah dan nilai tukar yang stabil.
“Dan inilah alasan kami menurunkan suku bunga BI-Rate 25 basis point,” jelas Perry.
Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede menambahkan bahwa perlambatan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I 2025, yang turun menjadi 4,87% secara tahunan, membutuhkan pelonggaran moneter untuk mendukung permintaan agregat.
Secara eksternal, kondisi global yang membaik semakin memperkuat argumen untuk kebijakan yang lebih ekspansif. Ketahanan sektor eksternal Indonesia juga tercermin dari peningkatan surplus neraca perdagangan pada kuartal I 2025, dari US$7,41 miliar menjadi US$10,92 miliar.
“Hal ini menunjukkan bahwa neraca transaksi berjalan tetap berada dalam posisi relatif stabil,” ujar Josua.