Rupiah Melemah Mendekati 16.300 per Dolar AS, Tertekan Data Manufaktur Cina

Rahayu Subekti
3 Juni 2025, 09:49
rupiah, rupiah melemah, data cina
ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/bar
Petugas menjunjukkan uang pecahan dolar AS dan rupiah di gerai penukaran mata uang asing di Jakarta, Kamis (15/5/2025). Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS ditutup di level Rp16.528,5 atau menguat 0,20 persen dibandingkan penutupan perdagangan hari sebelumnya.
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Nilai tukar rupiah melemah 0,12% ke level 16.273 per dolar AS pada perdagangan pagi ini, Selasa (3/2). Rupiah diperkirakan tertekan oleh data manufaktur Cina yang melemah pada bulan lalu. 

“Data dari Cina yang baru saja dirilis menunjukkan aktivitas manufaktur di Cina secara mengejutkan turun dan terkontraksi di level 48.3. Ini di bawah perkiraan untuk ekspansi pada level 50.6,” kata Analis Doo Financial Futures Lukman Leong kepada Katadata.co.id, Selasa (3/6).

Lukman menjelaskan, data tersebut dapat menekan rupiah. Ia memperkirakan rupiah pada hari ini akan berada pada level 16.200 per dolar AS hingga 16.300 per dolar AS.

Rupiah juga tertekan seiring indeks dolar AS terpantau rebound hari ini meski masih adanya eskalasi tarif dagang antara Amerika Serikat dengan Cina dan Uni Eropa. “Investor mengantisipasi potensi perubahan sikap Trump sebelum penerapan kenaikan tarif baja dan alumunium pada besok,” ujar Lukman.

Berdasarkan data Bloomberg pagi, rupiah dibuka melemah pada level 16.292 per dolar AS, melemah 39 poin dibandingkan kemarin.  

Pengamat mata uang dan komoditas Ibrahim Assuaibi juga memproyeksikan rupiah masih berpotensi menguat pada akhir perdagangan hari ini. “Rupiah fluktuatif tetapi ditutup menguat direntang  16.200 per dolar AS hingga 16.250 per dolar AS,” kata Ibrahim.

Ibrahim mengatakan, Purchasing Managers' Index atau PMI manufaktur Cina yang dirilis selama akhir pekan mengecewakan. Menurutnya aktivitas bisnis di Cina tetap tertekan.

“Sektor manufaktur China menyusut untuk bulan kedua berturut-turut pada Mei 2025 karena pesanan luar negeri tetap berada di bawah tekanan dari tarif AS,” ujar Ibrahim.

Di sisi lain, Ibrahim mengatakan lemahnya PMI non-manufaktur juga menunjukkan bisnis domestik berada di bawah tekanan. Meski ada sedikit perbaikan dalam tren disinflasi China yang terus menerus. 

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview
Reporter: Rahayu Subekti
Editor: Agustiyanti

Cek juga data ini

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...