Bank Dunia Sebut 68,3% Warga RI Miskin, Pemerintah Yakin Data BPS Lebih Relevan

Ferrika Lukmana Sari
17 Juni 2025, 06:17
Bank Dunia
ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/rwa.
Suasana permukiman padat penduduk di Jakarta, Senin (27/1/2025). Bank Dunia memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia masih akan bertahan di kisaran 5 persen pada 2025 bahkan hingga 2026, dimana angka tersebut lebih tinggi dibandingkan proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia yang tetap stabil pada angka 2,7 persen.
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Pemerintah menegaskan bahwa data garis kemiskinan (GK) yang digunakan Badan Pusat Statistik (BPS) lebih mencerminkan kondisi ekonomi Indonesia dan tetap menjadi acuan utama dalam penyusunan kebijakan nasional. Pernyataan ini disampaikan untuk merespons perbedaan angka kemiskinan antara data BPS dan Bank Dunia.

Bank Dunia mencatat, sebanyak 68,3% penduduk Indonesia berada di bawah garis kemiskinan untuk negara berpendapatan menengah atas pada 2024. Sementara menurut BPS, tingkat kemiskinan nasional per September 2024 sebesar 8,57%.

"Meski angka Bank Dunia berharga untuk analisis global, pemerintah menyatakan tingkat kemiskinan nasional resmi yang diukur oleh BPS tetap menjadi referensi yang paling relevan untuk penyusunan kebijakan nasional," ujar Juru Bicara Kantor Komunikasi Kepresidenan (PCO) Dedek Prayudi di Jakarta, Senin (16/6).

Dedek menjelaskan, pendekatan BPS mempertimbangkan pola konsumsi lokal, variasi harga antarwilayah, dan kondisi sosial-ekonomi masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, garis kemiskinan BPS dianggap lebih akurat merefleksikan realitas nasional.

“Perbedaan garis kemiskinan nasional dan internasional berasal dari perbedaan tujuan yaitu garis kemiskinan internasional sebagai tolok ukur global, sedangkan garis nasional disesuaikan dengan konteks kebijakan domestik,” kata Dedek.

Komitmen Mengentaskan Kemiskinan

Pemerintah juga menegaskan komitmennya untuk fokus pada pengentasan kemiskinan, terutama melalui pembangunan sumber daya manusia (SDM). Presiden Prabowo Subianto mengarahkan anggaran negara (APBN) untuk memperkuat SDM, sementara pembiayaan infrastruktur dilanjutkan melalui keterlibatan swasta.

“Pendekatan ini menggarisbawahi keyakinan Presiden Prabowo bahwa pengentasan kemiskinan berkelanjutan harus dimulai dari pembangunan modal manusia, bukan sekadar bantuan jangka pendek,” kata Dedek.

Salah satu program prioritas pemerintah dalam hal ini adalah Makan Bergizi Gratis (MBG), yang menyasar peningkatan kualitas pendidikan, kesehatan, dan gizi anak-anak.

Selain itu, pemerintah juga menggunakan pendekatan baru dalam mengukur kemiskinan melalui Indeks Deprivasi Multidimensi (MDI) yang dikembangkan bersama Kementerian Keuangan, UNICEF, dan Universitas Indonesia.

“Yang penting bukan hanya angkanya, tetapi memastikan setiap orang, termasuk anak-anak, memiliki alat untuk berkembang,” ujar Dedek, mengutip pernyataan Kepala PCO Hasan Nasbi.

Kementerian Keuangan dalam Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM PPKF) 2026 turut menekankan bahwa kemiskinan tidak hanya terkait dengan pendapatan, tetapi juga mencakup akses terhadap air bersih, gizi, pendidikan, dan tempat tinggal yang layak.

Sementara itu, Bank Dunia juga mengakui bahwa garis kemiskinan BPS lebih relevan untuk pengukuran kemiskinan di tingkat nasional. Data internasional yang mereka rilis bertujuan sebagai standar global untuk perbandingan lintas negara, bukan sebagai acuan kebijakan domestik.

Data Bank Dunia merupakan indikator global yang dirancang untuk memantau kemiskinan secara internasional dan membandingkan kondisi antarnegara. Perbedaan metode pengukuran dengan pemerintah nasional bersifat sengaja (intensional), karena masing-masing memiliki tujuan yang berbeda.

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview
Reporter: Antara

Cek juga data ini

Artikel Terkait

Video Pilihan