Konflik Iran-Israel Memanas, Rupiah Terancam Melemah ke Rp 16.370 per Dolar AS


Nilai tukar rupiah diperkirakan bakal melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Rabu (18/6). Senior Economist KB Valbury Sekuritas Fikri C. Permana memproyeksikan rupiah bisa terdepresiasi ke kisaran Rp16.250 hingga Rp16.370 per dolar AS.
Ia menjelaskan, ada sejumlah faktor yang memengaruhi tekanan terhadap rupiah, mulai dari meningkatnya risiko geopolitik global hingga sentimen pasar menjelang sejumlah rilis data penting.
“Pelemahan rupiah hari ini didorong oleh naiknya risiko geopolitik global, serta antisipasi pasar terhadap rilis data klaim pengangguran mingguan di AS, data inflasi Inggris dan Uni Eropa, serta keputusan suku bunga BI dan perkembangan kredit domestik nanti siang,” kata Fikri, Rabu (18/6).
Ketika ditanya apakah rupiah tetap akan melemah jika BI mempertahankan suku bunga acuan dan The Fed belum memberikan sinyal penurunan suku bunga, Fikri menjawab bahwa tekanan terhadap rupiah kemungkinan besar tetap terjadi.
“Iya, karena pelemahan rupiah lebih dipengaruhi oleh sentimen risk averse akibat risiko geopolitik,” ujarnya.
Sebagai catatan, risk averse adalah kondisi ketika investor cenderung menghindari aset berisiko dan memilih instrumen yang lebih aman, seperti dolar AS, terutama saat ketidakpastian global meningkat. Dalam situasi ini, aset di pasar negara berkembang menjadi kurang menarik sehingga bisa mendorong pelemahan mata uang.
Berdasarkan data Bloomberg per 17 Juni 2025 pukul 08.20 WIB, nilai tukar rupiah berada di posisi Rp 16.289 per dolar AS. Rupiah tercatat melemah 24.50 poin (0,15%) dibandingkan posisi sebelumnya.
Pasar Mencermati Kebijakan Suku Bunga The Fed
Presiden Direktur Doo Financial Futures Ariston Tjendra menilai rupiah masih berisiko melemah pada perdagangan hari ini, meski penguatan dolar AS cenderung terbatas.
“Pagi ini indeks dolar AS bergerak lebih tinggi dibandingkan kemarin, dari 98,20 menjadi 98,77. Ini dipicu oleh konflik antara Iran dan Israel yang belum mereda, serta intervensi AS yang mulai membantu Israel,” kata Ariston.
Namun, pasar juga mencermati arah kebijakan The Fed dalam rapat moneter terbarunya. Ekspektasi pasar mengarah pada sikap The Fed yang lebih dovish atau mendukung pelonggaran moneter, karena tekanan yang dialami ekonomi AS belakangan ini.
"Kemungkinan dolar AS tidak akan bergerak terlalu kuat hari ini terhadap rupiah, karena sentimen The Fed yang kuat bisa menahan penguatan dolar AS," ujarnya.
Dengan kondisi tersebut, ia memproyeksikan rupiah berpotensi melemah ke kisaran Rp16.300 per dolar AS, dengan level support di sekitar Rp16.250.
Sementara Analis Doo Financial Futures Lukman Leong memprediksi pelemahan rupiah di rentang Rp 16.250-Rp 16.350 per dolar AS. Hal ini dipicu pernyataan Presiden Donald Trump terkait kemungkinan serangan militer AS ke Iran.
Dalam kondisi ini, investor cenderung mencari aset aman seperti dolar AS, sehingga menekan mata uang negara berkembang. Salah satunya mata uang rupiah.