BPS Banjir Kritik, dari Angka Kemiskinan hingga Pertumbuhan Ekonomi RI

Rahayu Subekti
7 Agustus 2025, 15:16
BPS
BPS
gedung BPS
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Kritik terhadap Badan Pusat Statistik (BPS) kembali mencuat dari berbagai kalangan, mulai dari masyarakat hingga para ekonom. Sorotan muncul setelah BPS merilis sejumlah data penting terkait kondisi ekonomi Indonesia, termasuk angka pertumbuhan ekonomi, kemiskinan, dan pengangguran.

Angka Pertumbuhan Ekonomi Diragukan

BPS mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 5,12% secara tahunan (year on year/yoy) pada kuartal II 2025. Angka ini lebih tinggi dibanding kuartal I yang bertepatan dengan ramadan, periode yang biasanya mendorong konsumsi masyarakat.

Indef menilai angka pertumbuhan ekonomi terbaru tidak mencerminkan kondisi ekonomi yang sebenarnya. “Ini menjadi pertanyaan, padahal tidak ada momentum ramadan, tapi kenapa pertumbuhan cukup tinggi?” ujar Kepala Pusat Industri, Perdagangan, dan Investasi Indef Andry Satrio Nugroho dalam diskusi publik, Rabu (6/8).

Ia menilai angka tersebut melenceng dari proyeksi mayoritas analis yang memperkirakan pertumbuhan di bawah 5%. Andry bahkan mempertanyakan kemungkinan adanya anomali data atau intervensi dalam proses penghitungan.

Hal serupa disampaikan oleh Direktur Eksekutif CORE Indonesia Mohammad Faisal. Ia menyoroti lonjakan pertumbuhan Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) atau investasi yang mencapai 6,99% pada kuartal II 2025. Padahal pada kuartal sebelumnya, investasi hanya tumbuh 2,12%.

“Jauh sekali dibanding kuartal I yang bahkan tak sampai 3%. Kami awalnya memproyeksikan kuartal II hanya sedikit di atas 3%, tapi 7% itu tinggi sekali,” ujar Faisal.

Menurutnya, angka ini setara dengan kondisi sebelum pandemi Covid-19, padahal sentimen investor terhadap berbagai kebijakan pemerintah saat ini cenderung melemah.

“Beberapa indikator investasi justru menunjukkan keraguan dari investor terhadap efektivitas kebijakan-kebijakan pemerintah,” katanya. 

Kemiskinan Turun, Tapi PHK dan Rojali Marak

BPS juga mencatat penurunan angka kemiskinan. Per Maret 2025, jumlah penduduk miskin mencapai 23,85 juta orang atau 8,47% dari total populasi, turun dari tahun sebelumnya. Namun, data ini mendapat sorotan karena dianggap tak mencerminkan realita di lapangan.

Ekonom Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda mengungkapkan bahwa data kemiskinan diambil dari rata-rata data kebutuhan manusia per harinya seperti kalori. Kebutuhan tersebut dibedakan menjadi dua yakni makanan dan non makanan.

Kebutuhan makanan seperti beras dan lauk pauk. Sedangkan kebutuhan non makanan seperti listrik dan sebagainya. Huda mengungkapkan data kemiskinan BPS terbaru diambil pada Februari 2025.

Saat periode ini, terdapat diskon tarif listrik yang membuat garis kemiskinan dari kebutuhan bukan makanan naik sekitar 2,01%. Sedangkan listrik sendiri menyumbang terbesar ketiga dalam komponen bukan makanan.

“Artinya memang adanya intervensi diskon tarif listrik membuat harga tidak melambung dan garis kemiskinan akhirnya naik tipis saja,” kata Huda kepada Katadata.co.id, Rabu (30/7).

Menurut Huda, dampak dari diskon tarif listrik bersifat temporer. Sehingga jika dilakukan setelah intervensi bisa jadi garis kemiskinan akan naik cukup tajam.

“Padahal PHK naik tajam di bulan Maret hingga Juni 2025,” ujar Huda.

Sepanjang semester I 2025, jumlah pemutusan hubungan kerja (PHK) mencapai 42.385 orang, naik 52,1% dibanding periode yang sama tahun lalu. Angka ini juga naik 21,5% dibandingkan tahun 2023 yang tercatat 26.400 kasus.

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview
Reporter: Rahayu Subekti

Cek juga data ini

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...