BI Jelaskan Perbedaan Payment ID dan Sistem SLIK, Tekankan Keamanan Data Nasabah

Ferrika Lukmana Sari
12 Agustus 2025, 13:43
Payment ID
Katadata
Bank Indonesia (BI) menegaskan bahwa sistem Payment ID belum diluncurkan dan saat ini masih dalam tahap uji coba atau sandbox. Pernyataan ini disampaikan Kepala Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran (DKSP) BI, Dicky Kartikoyono, dalam acara Lunch Meeting bersama Editor di Jakarta, Selasa (12/8).
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Bank Indonesia (BI) menjelaskan perbedaan antara Payment ID dengan Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) yang selama ini digunakan oleh bank-bank di Indonesia. Saat ini sistem Payment ID masih tahan uji coba.

SLIK berfungsi sebagai catatan informasi terkait pembayaran pinjaman, apakah lancar atau tidak, yang digunakan oleh bank dan lembaga keuangan lain untuk menilai kelayakan kredit calon nasabah.

“Sekarang cek di SLIK. Di SLIK yang keluar adalah data jumlah terhutang nasabah bank. Biasanya ada rincian seperti kredit kartu, motor, rumah, atau kredit konsumsi. Itu ada di SLIK,” ujar Kepala Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran BI Dicky Kartikoyono, dalam acara Lunch Meeting bersama Editor di Jakarta, Selasa (12/8).

Dia mencontohkan terkait banyak belanja nasabah, karena selisih antara belanja dan kredit yang menjadi leverage pinjaman di sistem keuangan. Leverage pinjaman menunjukkan seberapa besar pinjaman yang bisa diambil seseorang tanpa melebihi kemampuan mereka untuk membayar cicilan.

Misalnya, seseorang dengan gaji Rp1 miliar per bulan dan pengeluaran Rp400 juta, dapat memiliki cicilan maksimal sebesar Rp500 juta atau pinjaman hingga Rp10 miliar.

Dicky menegaskan bahwa data tersebut tidak dapat diganti atau dimanipulasi oleh pihak lain selain bank yang bersangkutan. “Siapa yang bisa pakai? Ya cuma bank yang punya data, bukan kami," katanya.

Selain itu, ia juga menjelaskan bahwa sistem Payment ID dan SLIK tersebut harus memiliki data yang berbeda dan tidak redundant atau dobel dengan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

“Pokoknya tidak boleh redundant, masa sama? Kalau redundant, apa gunanya? Nanti overlapping. OJK sudah punya data untuk kredit, jadi intinya berbeda,” ujarnya.

BI belum bisa memastikan apakah data Payment ID akan memuat aliran transaksi, dan pihaknya masih harus mencari data apa saja yang bisa diperoleh. Semua ini masih dalam tahap uji coba, sehingga saat ini belum ada fokus data yang disasar.

Terkait Keamanan Data Nasabah

Dicky menegaskan bahwa semua standar keamanan mengikuti Peraturan Bank Indonesia (PBI) tentang Keamanan dan Keandalan Sistem Pembayaran (KKS).

“Setiap bank wajib menjaga dan melindungi data nasabahnya. BI tidak bertindak sebagai bank penyimpan data, melainkan sebagai fasilitator yang memastikan ekosistem saling terjaga,” katanya.

Dia menegaskan bahwa semua tanggung jawab keamanan ada di masing-masing bank. Kalau sampai terjadi kebocoran data, itu akan merugikan pihak bank, bukan Bank Indonesia. Konsepnya adalah saling menjaga dalam ekosistem sistem keuangan.

Dicky juga menekankan perbedaan konsep ini dengan mekanisme saat ini, di mana bank rutin melaporkan data ke BI. “Kalau sudah digital, sesuai standar keamanan, BI bisa meminta data yang diperlukan, tapi tetap semua data dijaga oleh masing-masing bank,” katanya.

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview
Reporter: Ferrika Lukmana Sari

Cek juga data ini

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...