Prabowo Bidik Penerimaan Pajak Rp 2.357 Triliun di 2026, Ini Strategi Kemenkeu
Presiden Prabowo Subianto menargetkan penerimaan pajak sebesar Rp2.357,7 triliun dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026. Angka ini naik 13,5% dibanding outlook penerimaan pajak 2025 yang sebesar Rp2.076,9 triliun.
Target tersebut disampaikan saat ia memaparkan RAPBN 2026 dan Nota Keuangan dalam rapat paripurna DPR, Jumat (15/8). Dalam postur RAPBN 2026, penerimaan pajak menjadi sumber utama pendapatan negara.
Kontribusinya mencapai 74,92% dari total target pendapatan negara sebesar Rp3.147,7 triliun. Selain itu, pemerintah menargetkan penerimaan kepabeanan dan cukai sebesar Rp334,3 triliun, naik 7,7% dari outlook 2025 sebesar Rp310,4 triliun.
Direktur Jenderal Stabilitas dan Pengembangan Sektor Keuangan Kementerian Keuangan Masyita Crystallin menegaskan bahwa strategi ekstensifikasi pajak akan menjadi fokus utama untuk mencapai target tersebut.
“Memang urusan pajak ya, ekstensifikasi itu penting banget. Sebagian besar di negara berkembang banyak sektor yang belum tercapture oleh sistem pajak, baik karena dia shadow economy atau karena kecil sehingga kalau dikejar juga kecil,” ujarnya dalam dalam acara Katadata Policy Dialogue: Arah APBN Kita, Jumat (15/8).
Masyita menjelaskan, Indonesia menerapkan tarif pajak berbeda bagi UMKM sebagai best practice. Kebijakan ini ditujukan agar sekitar 97% pengusaha kecil dapat memperoleh keringanan dari tarif pajak korporasi sehingga usaha mereka terdorong untuk naik kelas.
Dukungan Lewat KUR dan Subsidi Bunga
Ia menambahkan, dukungan pemerintah melalui Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan subsidi bunga diharapkan mendorong UMKM agar naik kelas menjadi pengusaha besar. Namun, data menunjukkan hal itu belum terealisasi secara optimal.
Selain ekstensifikasi, intensifikasi pajak juga akan digarap melalui pemanfaatan potensi dari sektor digital dan perekonomian borderless.
“Kita hidup di dunia yang sekarang sudah mulai ada digital, kemudian ada sektor-sektor baru yang terus berdatangan. Cara kita berpikir untuk value added di perekonomian yang harus kita pajakin itu perlu lebih kreatif,” ujar Masyita.
Ia juga menyinggung dinamika global, seperti perang dagang dan diversifikasi rantai pasok, yang akan memengaruhi strategi pajak.
“Dengan semua perubahan dan diversifikasi ini, landscape perekonomian akan berubah. Selain intensifikasi, ekstensifikasi menjadi jauh lebih prioritas pada saat ini,” katanya
