Berlaku 2026, Kemenkeu Kaji Skema Bagi Hasil PPh 21 Berbasis Domisili Pekerja
Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Anggito Abimanyu menyatakan skema dana bagi hasil (DBH) pajak penghasilan (PPh) Pasal 21 berbasis wilayah domisili pekerja akan diterapkan mulai 2026.
Hingga saat ini, Kementerian Keuangan masih mengembangkan peta pengenaan PPh 21 berbasis domisili. “Sedang dikerjakan. Ya ini untuk 2026 lah,” ujar Anggito di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (19/9).
Namun, Anggito tidak merinci lebih lanjut progres penyusunan skema DBH PPh 21 berbasis domisili tersebut.
Wacana ini sebelumnya disampaikan dalam Rapat Kerja bersama Komite IV Dewan Perwakilan Daerah (DPD), dengan agenda pembahasan RUU APBN Tahun Anggaran 2026 beserta Nota Keuangannya, pada Selasa (2/9).
“Kami saat ini sedang melakukan exercise untuk melakukan bagi hasil berdasarkan domisili dari karyawan yang bersangkutan,” ujar Anggito saat rapat.
Menurut Anggito, langkah ini bertujuan memberikan keadilan dan memenuhi aspirasi daerah yang selama ini meminta pembagian pajak yang lebih merata.
Sementara itu, PPh badan tidak termasuk dalam skema bagi hasil ini. “Untuk PPh badan tidak dibagihasilkan. Jadi, pemungut di mana pun itu tidak memengaruhi aspek bagi hasil pajaknya,” kata Anggito.
Ekonom Sarankan Naikkan Ambang Batas PTKP
Di sisi lain, Direktur Eksekutif Center of Economics and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira menyarankan pemerintah untuk menaikkan ambang batas penghasilan tidak kena pajak (PTKP) alih-alih menerapkan DBH PPh 21 berbasis domisili.
Menurut Bhima, PTKP perlu ditingkatkan guna memberikan ruang disposable income atau pendapatan yang dapat dibelanjakan setelah kebutuhan pokok dan kewajiban dasar dipenuhi. Dengan begitu, kemampuan belanja masyarakat meningkat dan bisa menggerakkan roda ekonomi daerah secara langsung.
Sebagai catatan, mengutip Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD), DBH PPh ditetapkan sebesar 20% untuk daerah.
DBH itu dibagikan kepada tiga pihak yaitu provinsi bersangkutan sebesar 7,5%, kabupaten/kota penghasil sebesar 8,9%, serta kabupaten dan kota lainnya dalam provinsi bersangkutan sebesar 3,6%.
