Purbaya Kejar 200 Penunggak Pajak, Didesak Bayar Tagihan Rp 60 T dalam Seminggu
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengancam 200 para pengemplang pajak agar segera melunasi kewajibannya. Ia menyebut total tagihan dari para penunggak pajak itu mencapai Rp 60 triliun.
Ia menegaskan, para pengemplang pajak harus menyelesaikan tagihannya dalam waktu seminggu.
“Kalau saya bilang kemarin, itu yang nggak bayar pajaknya ada Rp 60 triliun, yang pembayar pajak besar (sebanyak) 200, yang sudah inkrah. Itu dalam waktu seminggu akan saya paksa bayar,” ujar Purbaya di Gedung DPR, Selasa (23/9).
Purbaya menjelaskan, potensi pajak yang digelapkan hingga Rp 60 triliun itu masuk ke dalam tagihan tahun ini. Ia berjanji akan menyisir kembali potensi penggelapan pajak pada 2026 agar kasus serupa tidak terulang.
Namun, Purbaya belum bersedia membocorkan potensi penggelapan pajak pada 2026. “Ada yang besar sekali tapi belum selesai saya buka. Jadi target defisit aman,” ujarnya.
Daftar Penunggak Pajak
Sebelumnya, Purbaya mengaku telah mengantongi ratusan daftar penunggak pajak yang memiliki status hukum inkrah. Kementerian Keuangan pun siap melakukan penagihan.
“Kami punya daftar 200 penunggak pajak besar. Itu yang sudah inkrah, kita mau kejar yang eksekusi tagihan (pajaknya) sekitar Rp 50 triliun sampai Rp 60 triliun,” ujar Purbaya di Gedung Kementerian Keuangan, Senin (22/9).
Purbaya menegaskan, tidak ada ruang bagi para penunggak pajak untuk menghindari kewajibannya. “Dalam waktu dekat ini kita akan tagih dan mereka tidak akan bisa lari,” katanya.
Gandeng Polri dan Kejagung
Untuk mendukung strategi tersebut, Kemenkeu bekerja sama dengan sejumlah instansi, di antaranya Polri, Kejaksaan Agung, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Kerja sama ini memungkinkan adanya pertukaran data antarlembaga guna memudahkan penarikan pajak.
Selain itu, pemerintah juga menyiapkan strategi lain, seperti mendorong aktivitas ekonomi melalui stimulus Paket Ekonomi 2025, memperbaiki sistem Coretax, serta memberantas peredaran rokok ilegal di pasar daring maupun luring.
Berbagai langkah itu diharapkan dapat menutup pelemahan penerimaan pajak. Hingga Agustus 2025, Kementerian Keuangan mencatat penerimaan pajak terkontraksi 5,1% menjadi Rp1.135,4 triliun.
Wakil Menteri Keuangan Anggito Abimanyu menjelaskan pelemahan ini terutama disebabkan oleh penurunan setoran pajak penghasilan (PPh) badan serta pajak pertambahan nilai (PPN) akibat restitusi.
“Kinerja PPh badan secara bruto masih tumbuh 7,5%. Namun setelah restitusi, realisasi neto PPh badan justru terkontraksi 8,7% atau Rp194,20 triliun,” jelas Anggito.
Sementara itu, realisasi serapan PPN dan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) juga turun, baik secara bruto maupun neto. Penerimaan bruto PPN dan PPnBM melambat tipis 0,7%, sedangkan secara neto kontraksi cukup dalam 11,5% dengan realisasi Rp416,49 triliun, terutama karena restitusi.
Di sisi lain, dua pos pajak mencatatkan lonjakan signifikan. PPh orang pribadi tumbuh 39,1% secara neto dengan nilai Rp15,91 triliun, sementara pajak bumi dan bangunan (PBB) meningkat 35,7% dengan nilai Rp14,17 triliun.
