Bos DJP Pecat 26 Pegawai Pajak, Tegaskan Komitmen Bersih-bersih Institusi

Ferrika Lukmana Sari
6 Oktober 2025, 06:25
Pajak
ANTARA FOTO/Asprilla Dwi Adha/sg
Direktur Jenderal Pajak Bimo Wijayanto menyampaikan paparan saat media briefing terkait PMK 50, PMK 51, dan PMK 53 tahun 2025 di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak, Jakarta, Kamis (31/7/2025). Media briefing tersebut membahas Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 50 tahun 2025 tentang PPN dan PPh atas transaksi aset kripto, PMK 51 tahun 2025 tentang PPh Pasal 22 atas penyerahan barang dan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha bidang lain, dan PMK 53 tahun 2025 tentang perubahan PMK no 11 tahun 2025.
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Direktur Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan Bimo Wijayanto mengungkapkan telah memecat 26 pegawai dan tengah memproses 13 pegawai lainnya sebagai bagian dari langkah bersih-bersih di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Aksi ini dilakukan sejak ia mulai menjabat pada akhir Mei 2025.

“Dapat kami laporkan, kami dengan sangat menyesal sudah memecat 26 karyawan. Kemudian hari ini di meja saya tambah lagi 13,” ujar Bimo dalam peluncuran Piagam Wajib Pajak, di Jogja Expo Center (JEC), Yogyakarta, Jumat (3/10).

Bimo menegaskan langkah tegas tersebut dilakukan tanpa pandang bulu sebagai upaya menjaga integritas lembaga pajak.

“Seratus rupiah saja ada fraud yang dilakukan oleh anggota kami, akan saya pecat. Handphone saya terbuka untuk whistle blower dari Bapak Ibu, dan saya jamin keamanannya,” kata Bimo.

Menurut dia, upaya bersih-bersih menjadi bagian dari prioritas untuk memulihkan dan menjaga kepercayaan wajib pajak terhadap institusi perpajakan.

“Saya sebagai pimpinan yang menginjak bulan keempat di Direktorat Jenderal Pajak ingin menegaskan bahwa kami terus berbenah, terus membenahi diri, terus membersihkan institusi kami,” ujarnya.

Kepercayaan Jadi Modal Sosial Sistem Perpajakan

Bimo mengakui bahwa kepercayaan merupakan modal sosial paling berharga dalam sistem perpajakan modern. Tanpa kepercayaan, kepatuhan sukarela wajib pajak akan sulit terbentuk.

“Tanpa kepatuhan sukarela, negara akan mengalami penurunan efektivitas dalam pengumpulan penerimaan negara. Karena itu, bagaimana kami membangun dan menjaga kepercayaan wajib pajak merupakan prioritas utama yang harus kami upayakan bersama,” ujarnya.

Menurut Bimo, pesan ini penting agar para wajib pajak yakin bahwa hak dan kewajiban mereka dijamin sebagaimana tertuang dalam Piagam Wajib Pajak (Taxpayer’s Charter).

Piagam Wajib Pajak 

Bimo menjelaskan, Piagam Wajib Pajak merangkum delapan hak dan delapan kewajiban wajib pajak, yang disarikan dari sepuluh undang-undang perpajakan serta Pasal 23A UUD 1945.

“Piagam ini menjelaskan dan mencerminkan nilai-nilai etika, keadilan, dan tanggung jawab bersama untuk membangun sistem perpajakan yang lebih terbuka, setara, dan berpihak kepada kepentingan masyarakat luas,” ujarnya.

Ia menambahkan, penyusunan piagam dilakukan secara inklusif dengan melibatkan berbagai pihak, termasuk Kamar Dagang dan Industri (Kadin), Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), akademisi, tokoh masyarakat, hingga tokoh agama.

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview
Reporter: Antara

Cek juga data ini

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...