Bank Sentral Dunia Borong Emas, BI Dikabarkan Jual Cadangan 11 Ton, Kenapa?
World Gold Council mengungkapkan sejumlah bank sentral dunia aktif menambah cadangan emas hingga Agustus 2025. Bank Nasional Kazakhstan tercatat memborong emas hingga delapan ton.
Sementara Bank Nasional Bulgaria, Bank Sentral Turki, Bank Rakyat Cina, Bank Sentral Uzbekistan, Bank Nasional Ceko, dan Bank Ghana masing-masing menambah cadangan emas sekitar dua ton.
“Bank-bank sentral menambahkan 15 ton bersih ke cadangan emas global pada bulan Agustus, berdasarkan data yang dilaporkan dari IMF dan masing-masing bank sentral,” kata Analis Senior EMEA World Gold Council, Krishan Gopaul, Sabtu (4/10).
Namun langkah ini berbeda dengan yang dilakukan Bank Indonesia (BI). Menurut Gopaul, BI justru menjual cadangan emas hingga 11 ton.
“Ini menandakan kembalinya pola pembelian setelah cadangan global tidak berubah pada bulan Juli (kami merevisi turun estimasi awal Juli kami sebesar +10 ton setelah BI melaporkan penjualan sebesar 11 ton),” ujarnya.
Katadata.co.id mencoba mengonfirmasi hal ini kepada Kepala Departemen Komunikasi BI Ramdan Denny Prakoso. Namun hingga kini belum ada klarifikasi resmi terkait penjualan 11 ton emas tersebut.
Pengamat ekonomi, mata uang, dan komoditas Ibrahim Assuaibi mengatakan berdasarkan informasi IMF, BI memang telah menjual cadangan emasnya.
“BI sampai September 2025 telah menjual emas batangannya sebesar 11 ton. Informasi ini sepertinya banyak yang tidak tahu kenapa BI menjual cadangan emasnya sebesar 11 ton,” kata Ibrahim kepada Katadata.co.id, Senin (6/10).
Alasan BI Jual Emas
Ibrahim menilai BI kemungkinan membutuhkan dana segar untuk menstabilkan rupiah. "BI memerlukan cadangan dolar AS yang cukup banyak, tujuannya untuk operasi pasar," kata dia.
Menurut Ibrahim, intervensi BI di pasar internasional cukup besar sehingga memerlukan dana dolar. Salah satunya dengan menjual emas.
“Harus diingat, intervensi di pasar internasional itu cukup luar biasa besarnya. Dari mana uang yang diperoleh? Mungkin BI tidak memiliki dana yang cukup. Dengan menjual emas batangan secara diam-diam, ya rupiah pun juga stabil,” katanya.
Ekonom Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Yusuf Rendy Manilet menilai langkah BI menjual cadangan emas bisa menjadi bagian dari manajemen portofolio.
Menurut Yusuf, porsi emas dalam cadangan devisa Indonesia relatif kecil, kurang dari 5%, sementara harga emas mencapai rekor tertinggi di atas US$ 3.800 per ons atau setara Rp 63,07 juta per ons.
“Jadi menjual sebagian untuk mengunci keuntungan sekaligus menyeimbangkan portofolio adalah keputusan yang rasional,” kata Yusuf.
Yusuf menambahkan, BI juga sedang memperkenalkan gold banking, menunjukkan bahwa emas tetap dipandang penting namun pengelolaannya dibuat lebih likuid.
Selain itu, Yusuf mengungkapkan ada faktor lain yang mungkin memengaruhi keputusan BI menjual cadangan emas, yakni tekanan fiskal pada pemerintah baru.
“Ini terutama dengan program besar seperti makan siang gratis yang menuntut koordinasi erat antara kebijakan fiskal dan moneter,” ujarnya.
Yusuf menilai, BI bisa jadi perlu memastikan likuiditas tetap memadai tanpa menurunkan cadangan devisa terlalu dalam. Dengan demikian, penjualan emas menjadi salah satu sumber fleksibilitas bagi bank sentral.
BI Perlu Klarifikasi
Ekonom Universitas Paramadina Wijayanto Samirin menekankan BI perlu memberikan klarifikasi, apalagi bank sentral lain justru menambah cadangan emas.
“Jika benar BI menjual 11 ton emas atau 14% dari cadangan emasnya yang hanya Rp78,6 triliun, tentunya ini sangat mengejutkan, di saat bank sentral negara lain justru sedang mengakumulasi emas,” kata Wijayanto.
Ia menambahkan, cadangan emas BI hanya 3,6% dari total cadangan devisa, jauh lebih rendah dibanding rata-rata bank sentral dunia yang mencapai sekitar 15%.
