Ekonomi Tumbuh 5%, Kenapa Rakyat Masih Sulit Cari Kerja?

Rahayu Subekti
10 Oktober 2025, 17:37
pertumbuhan ekonomi, pengangguran, pencari kerja
ANTARA FOTO/Makna Zaezar/YU
Pencari kerja melakukan sesi wawancara pekerjaan dalam acara Job Fair 2025 Hari Jadi ke-80 Jawa Tengah di Kantor Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Prov Jateng, Semarang, Jawa Tengah, Kamis (21/8/2025).
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II 2025 tembus 5,12% secara tahunan. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto bahkan mengklaim ekonomi RI salah satu yang tertinggi di negara anggota G20. 

“Di antara negara G20 itu India 7,8%. Cina mirip dengan kita 5,2%. Turki di bawah kita 4,8%, Saudi Arabia 3,9% dan Brasil 2,2%," kata Airlangga saat menghadiri Investor Daily Summit 2025 di Jakarta, Kamis (9/10).

Meski pertumbuhan ekonomi tinggi, masyarakat merasa masih sulit mencari pekerjaan. Dalam catatan Badan Pusat Statistik, tingkat pengangguran terbuka atau TPT pada Februari 2025 mencapai 4,76% atau turun 0,06% poin dibandingkan Februari 2024.

Meski turun, TPT di perkotaan mencapai 5,73%. Angka ini lebih tinggi dibandingkan TPT di daerah pedesaan yang hanya 3,3%.

Hal ini sejalan dengan peningkatan angka pemutusan hubungan kerja (PHK). Berdasarkan catatan Satudata Kementerian Ketenagakerjaan, pekerja yang mengalami PHK pada semester I 2025 mencapai 42.385 orang atau nai 32,19% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

Kenapa Masyarakat Masih Sulit Mendapat Kerja?

Ekonom Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Yusuf Rendy Manilet mengatakan kondisi sulitnya mencari kerja meski ekonomi tumbuh, mencerminkan fenomena jobless growth atau pertumbuhan tanpa penciptaan lapangan kerja yang memadai.

“Hal ini terjadi karena ekspansi ekonomi Indonesia dalam beberapa tahun terakhir lebih banyak ditopang oleh sektor-sektor yang padat modal, seperti pertambangan, infrastruktur, dan manufaktur berteknologi tinggi,” kata Yusuf kepada Katadata.co.id, Jumat (10/10).

Produktivitas di sektor tersebut meningkat namun tidak banyak menyerap tenaga kerja baru. Di sisi lain, sektor-sektor yang bersifat padat karya atau labor-intensive, seperti pertanian, UMKM, dan industri padat karya justru tumbuh lebih lambat. “Ini karena tekanan impor murah dan lemahnya dukungan kebijakan,” ujar Yusuf.

Akibatnya, meski tingkat pengangguran terbuka (TPT) turun tipis, jumlah pengangguran absolut justru meningkat menjadi sekitar 7,28 juta orang. Tekanan ini semakin besar di kalangan muda.

“Pengangguran usia 15-24 tahun mencapai sekitar 16%, menunjukkan adanya skills mismatch, yakni ketidaksesuaian antara kemampuan tenaga kerja dengan kebutuhan pasar, terutama di era digital dan otomasi yang semakin cepat,” kata Yusuf.

Penciptaan Lapangan Kerja Tertahan

Selain faktor struktural tersebut, Yusuf menyebut lemahnya pertumbuhan konsumsi rumah tangga juga menahan penciptaan lapangan kerja. Khususnya di sektor jasa dan ritel.

“Kenaikan harga kebutuhan pokok dan stagnasi upah menyebabkan daya beli masyarakat melemah, sehingga perusahaan tidak terdorong untuk ekspansi dan merekrut tenaga kerja baru,” kata Yusuf.

Akibatnya, sebagian besar tenaga kerja terjebak di sektor informal atau sekitar 60% dari total angkatan kerja. Pekerja informal ini juga memiliki upah rendah, produktivitas terbatas, dan jaminan sosial yang minim.

Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Riza Annisa mengatakan pertumbuhan ekonomi yang terjadi saat ini belum bisa memberikan dorongan terhadap penciptaan lapangan kerja.

“Pertumbuhan ekonomi yang terjadi belum mampu menciptakan lapangan pekerjaan yang berkualitas,” kata Riza.

Hal tersebut mengindikasikan sektor-sektor yang tumbuh tidak menyerap banyak tenaga kerja. Menurut Riza, hal itu juga tergambar dengan berlanjutnya pemutusan hubungan kerja di sektor industri manufaktur yang padat karya.

Jadi, ia menyimpulkan, pada dasarnya pertumbuhan ekonomi Indonesia sebenarnya melambat. “Di tahun ini juga kalau dirata-ratakan angkanya masih dibawah 5%,” ujar Riza. 

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview
Reporter: Rahayu Subekti
Editor: Sorta Tobing

Cek juga data ini

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...