Deret Insentif Pajak Setahun Prabowo-Gibran di Tengah Rendahnya Angka Penerimaan

Rahayu Subekti
20 Oktober 2025, 18:23
penerimaan pajak, djp, insentif pajak, setahun prabowo-gibran
Ajeng Dinar Ulfiana | KATADATA
Ilustrasi Direktorat Jenderal Pajak (DJP).
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka genap berusia satu tahun sejak menjabat pada 20 Oktober 2024. Dalam periode tersebut, kebijakan fiskal khususnya di bidang perpajakan menjadi salah satu instrumen utama pemerintah untuk menjaga daya beli masyarakat dan menopang dunia usaha.

Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (DJP Kemenkeu) Bimo Wijayanto mengatakan selama setahun terakhir pemerintah telah menggulirkan sederet insentif, keringanan, dan fasilitas pajak. Kebijakan ini menyasar masyarakat, sektor usaha, hingga industri strategis.

Insentif PPN DTP dan PPh 21

Beberapa kebijakan yang digulirkan antara lain pajak pertambahan nilai yang ditanggung pemerintah alian PPN DTP. Kebijakan ini diberikan untuk pembelian rumah tapak dan rumah susun, kendaraan listrik dan hybrid, serta tiket pesawat.

Selain itu, pemerintah juga menanggung pajak penghasilan (PPh) 21 bagi karyawan di sektor-sektor padat karya. “Sektor ini seperti tekstil, alas kaki, furnitur, kulit, serta pariwisata, hotel, restoran, dan kafe,” ujar Bimo dalam Media Briefing di Gedung DJP Kemenkeu, Jakarta, Senin (20/10).

Dukungan untuk UMKM

Tak hanya itu, pemerintah juga memberi dukungan untuk pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah. Insentif ini melalui perpanjangan kebijakan tarif PPh final UMKM sebesar 0,5% hingga 2029.

“UMKM dengan omzet sampai Rp 500 juta tetap bebas PPh. Untuk omzet hingga Rp 4,8 miliar dikenakan tarif PPh final 0,5%,” kata Bimo.

Penegakan Hukum Dongkrak Penerimaan

Selain memberikan stimulus, Direktorat Jenderal Pajak juga memperkuat sisi penegakan hukum. Hal ini dilakukan melalui kerja sama dengan Satuan Tugas Penegakan Hukum (Satgas PKH).

“Satgas PKH ini fokus di penertiban kawasan hutan untuk sektor sawit dan tambang,” ujar Bimo.

Untuk mendukung hal tersebut, DJP membentuk tim gabungan bersama dengan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Kejaksaan Agung, Satgas PASTI Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

“Ini terkait dengan perbaikan tata kelola pemungutan perima negara di sektor tambang. Lalu kami juga berkolaborasi dengan Polri untuk sektor tambang dan sektor importasi komoditas serta shadow economy,” kata Bimo.

Target Penerimaan Pajak 2025 

Di tengah sederet insentif itu, bagaimana dampaknya ke realisasi penerimaan pajak?

Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa diproyeksikan tidak akan mampu mencapai 100% target penerimaan pajak 2025. Tahun ini, target penerimaan pajak ditetapkan sebesar Rp 2.076,9 triliun, namun hingga Agustus baru tercapai 54,7% atau sekitar Rp 1.135,4 triliun.

Proyeksi ini sudah dianalisis oleh ekonom dan pengamat perpajakan berdasarkan realisasi penerimaan pajak pemerintah. Mereka bahkan memberikan sejumlah saran dan strategi bagi Menkeu Purbaya untuk mencapai target.

Ekonom Universitas Andalas Syafruddin Karimi menilai target penerimaan negara 2025 menuntut akselerasi tajam di kuartal IV 2025. Jika pola Januari-Agustus berlanjut, proyeksinya penerimaan pajak akhir tahun hanya Rp 2.458 triliun atau 81,8% target.

“Dengan penguatan musiman dan dorongan kepatuhan yang realistis, proyeksi naik ke kisaran Rp 2.622 triliun atau 87,2% target,” kata Syafruddin.

Dalam skenario optimistis, realisasi perpajakan bisa menembus 90% dari target, sementara penerimaan negara bukan pajak (PNBP) sekitar 95%. “Ini mengantar realisasi mendekati Rp 2.702 triliun atau 89,9%,” ujarnya.

Pengamat perpajakan Prianto Budi Saptono memperkirakan pemerintah tidak akan menutup target meski menyisakan tiga bulan terakhir tahun ini. “Proyeksi dari Januari hingga Desember 2025 hanya 82% dari target,” ujar Prianto.

Prianto menjelaskan, perhitungan ini menggunakan asumsi ceteris paribus. Artinya, target hanya bisa mencapai Rp 1.703,1 triliun. “Ini dihitung dengan proyeksi Januari–Desember 2025 dalam rupiah yaitu Rp 1.135,40 triliun (capaian per Agustus 2025) dikali seperdelapan dikali 12,” katanya.

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview
Reporter: Rahayu Subekti
Editor: Sorta Tobing

Cek juga data ini

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...