Guru Besar UI: Pertumbuhan Ekonomi Perlu Dinilai dari Capaian, Bukan Angka

Ferrika Lukmana Sari
21 Oktober 2025, 17:43
ekonomi
Youtube Katadata
Mohamad Ikhsan, Guru Besar Ekonomi Universitas Indonesia, dalam Katadata Policy Dialogue "Satu Tahun Prabowo-Gibran" yang diselenggarakan Katadata, di Jakarta, Selasa (21/10).
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Sejumlah faktor menjadi tantangan bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia saat ini. Guru Besar Ekonomi Universitas Indonesia, Mohamad Ikhsan bahkan menekankan bahwa yang perlu diperhatikan bukan sekadar angka pertumbuhan, melainkan capaian nyata yang dihasilkan dari pertumbuhan tersebut.

Is it about the number, atau masalah capaian. Capaian aja, kita bahas capaian. Capaian pertumbuhan? Jadi gini, yang jadi persoalan sebetulnya, saya kalau mau melihat itu, seharusnya free access tuh,” ujar Ikhsan dalam acara Katadata Policy Dialogue “Satu Tahun Prabowo-Gibran: Mengukur Langkah Awal Prabowonomics”, Selasa (21/10).

Ia menyebutkan tulisan Bulletin of Indonesian Economic Studies, yang merupakan evaluasi 10 bulan pemerintahan Presiden Prabowo. Meskipun panjang dan sempat dipotong-potong, publikasi itu mendapat tinjauan yang baik.

Ikhsan menambahkan, dengan model yang digunakan, krisis ekonomi memang nyata, tapi tidak akan sebesar krisis besar pada 1997-1998. Jadi menurutnya, krisis saat ini berbeda dan tidak separah krisis terdahulu.

Selain itu, meski tingkat pengangguran di Indonesia relatif rendah, kualitas pekerjaan yang tercipta justru mengalami penurunan. Kondisi ini berdampak pada berkurangnya kesejahteraan kelas menengah.

“Kalau dilihat dari pengangguran, karena pengangguran di Indonesia itu very luxury, we cannot, nggak bisa nganggur. Tapi kalau dilihat dari pekerjaan yang diciptakan itu mundur, kalau ditanya dari kualitas,” katanya.

Ia menambahkan, masalah ini bukan semata-mata karena kebijakan pemerintah saat ini, melainkan warisan kerusakan kelembagaan atau institutional decay dari pemerintahan sebelumnya yang masih dirasakan hingga sekarang.

Berdampak Pada Risiko Investasi

Ia juga menyoroti persoalan kelembagaan dan praktik hukum yang ditiru dari masa sebelumnya, yang berdampak pada risiko investasi. “Lebih baik saya nggak buat investasi, ketimbang dengan resiko yang saya nggak bisa hitung. That’s the problem yang kita lihat sekarang,” kata Ikhsan.

Menurutnya, keputusan kebijakan yang tidak berbasis teknokrasi juga memperburuk situasi. Ia mencontohkan kebijakan biodiesel dengan porsi lebih dari 30% yang dianggap tidak optimal.

B30 adalah bahan bakar diesel yang terdiri dari campuran 30% biodiesel dan 70% solar (minyak diesel fosil). Program ini bertujuan untuk mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil, mengoptimalkan pemanfaatan minyak sawit, dan menciptakan bahan bakar yang lebih ramah lingkungan dengan emisi yang lebih rendah.

“Negara nggak untung, pengusaha CPO nggak untung, pengusaha biodiesel juga nggak untung. What for? Itu kan mestinya ada yang teknokrasi yang dihitung, yang dilihat, apa sih itu? Benefit kita melakukan hilirisasi progresif, karena nggak ada tentunya untuk melakukan itu,” katanya.

Ikhsan menekankan pentingnya menentukan titik optimal dalam sebuah kebijakan supaya dapat diterima semua pihak. Ia mencontohkan soal campuran biodiesel, bahwa biasanya ada kadar yang paling ideal dan disetujui semua pihak, sehingga tidak perlu dipaksakan lebih tinggi dari angka tersebut.

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview
Reporter: Ferrika Lukmana Sari

Cek juga data ini

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...