Ekonom Nilai Pemerintah Tidak akan Penuhi Tuntutan 17+8 Rakyat, Ini Alasannya
Ekonom sekaligus Guru Besar Ekonomi Universitas Indonesia Mohamad Ikhsan menilai pemerintah tidak akan bisa menjawab tuntutan 17+8. Tuntutan ini muncul usai adanya demonstrasi pada akhir Agustus 2025.
“Tuntutan 17+8 tidak akan bisa dipenuhi. Tidak mungkin,” kata Ikhsan dalam acara Katadata Policy Dialogue Satu Tahun Prabowo-Gibran di Jakarta, Selasa (21/10).
Sebanyak tiga poin dari tuntutan 17+8 diarahkan kepada menteri-menteri sektor ekonomi. Tiga poin tersebut untuk memastikan upah layak kepada semua angkatan kerja, mencegah PHK massal, serta membuka dialog dengan buruh untuk solusi upah minimum.
Dia menjelaskan, salah satu hal yang menyebabkan pemerintah tidak bisa memenuhi tuntutan tersebut karena belum bisa mengatasi persoalan middle income trap.
Middle income trap adalah situasi di mana sebuah negara berhasil naik dari pendapatan rendah ke pendapatan menengah, tapi kemudian terhenti dan sulit naik ke negara berpendapatan tinggi.
“Saya sadar untuk menghilangkan middle income trap, kita perlu banyak improvement dalam kualitas birokrasi dan institusi,” ujar Ikhsan.
Hal ini semakin kompleks, karena Indonesia masih harus meningkatkan penerimaan pajak. Namun konsumsi masyarakat juga masih tertekan.
Siapa yang Tidak Bayar Pajak?
Ikhsan juga menyoroti pajak penghasilan (PPh) orang pribadi menjadi salah satu sumber pajak yang belum maksimal dipungut pemerintah. Menurut Iksan, sebanyak 85% pajak disumbang oleh 15% wajib pajak.
“Sangat sedikit, banyak dari kita yang nggak bayar pajak dari PPh. Kalau PPN pasti banyak siapapun belanja,” ujar Ikhsan.
Ikhsan mengungkapkan bahwa banyak perusahaan yang menghindari pembayaran PPh. Selain itu, dari sekitar 15% wajib pajak yang membayar, sebagian besar tidak membayar sesuai ketentuan.
“Orang yang bayar tadi 15%-nya itu tidak bayar dengan benar. Seandainya saja, yang penting ada saja,” ujar Ikhsan.
